Mungkin di antara Anda pernah tiba-tiba tidak keberatan (masa bodoh) dengan kemacetan, Anda tiba-tiba bersabar dengan antrian tol yang ular naga panjangnya, tidak keberatan dengan keterlambatan bus, tidak keberatan dengan kereta yang penuh dan bersedia menunggu agak kosong yang berarti duduk manis lebih lama di halte bus atau stasiun. Anda tidak keberatan dengan catatan absensi dan rasanya ingin cepat berlalu.
Tidak semangat ke tempat kerja? Bosan? Jenuh? Atau.. Burnout?
Saatnya pindah kerja?
‘Astaga… baru berapa bulan kamu di situ?’ atau ?Seriusss????? atau …. ‘Kenapa kamu?’
Teman Anda mungkin akan langsung terlonjak, terlebih jika ia/mereka tidak selalu ?ada? dalam perjalanan karier Anda. Reaksi lebih hangat atau ‘geli’ meskipun dengan kepala tetap tergeleng-geleng mungkin akan lebih kita dapatkan dari sahabat yang ‘mengikuti’ perjalanan karier kita. Salah satu rasionalisasi yang akan segera menyeruak adalah ‘Yah, rasa bosan itu wajar… setiap profesi pasti deh merasakan..’
Jika Anda telah mulai sadar, mungkin sel kelabu Anda mulai menyelidik ada apa sebenarnya. Apakah para pakar yang mengagung-agungkan passion hanya jual kecap saja? Bahwa jika melakukan yang kamu cintai tidak akan pernah bosan? Hasil analisis awal adalah berarti Anda belum melakukan pekerjaan yang Anda cintai, atau Anda belum mencintai pekerjaan? Apakah mungkin jika mencintai pekerjaan juga mengalami kejenuhan? Atau sebenarnya ada masalah di luar pekerjaan yang menguras mental dan terimbas tanpa sadar?
Hmmm… saya khawatir Anda yang membaca semakin bingung.. Yang ingin saya bahas adalah rasa bosan tidak selalu menjadi sinyal untuk pindah kerja atau berganti karier,namun tetap terbuka banyak kemungkinan..
Tipe Transisi Karier & Rasa Bosan
Perubahan karier kadangkala harus kita lakukan karena adanya perubahan situasi social-politik, maupun kondisi financial keluarga, misalnya. Akan tetapi, sebagai pelaku karier, akan lebih membantu jika kita mengetahui lebih jelas mengapa kita pindah tempat kerja, berganti profesi dan sebagainya. Untuk itu, ada banyak cara untuk mengetahui profil karier termasuk tipe atau gaya transisi karier. Liptak (2008) mengajukan adanya tipe tradisionalis, katalis, oportunis dan kutu loncat yang terumuskan dalam kuis transisi karier : http://konsultankarir.com/2011/10/18/artikel/kuis-gaya-transisi-karir/
1. Tipe transisi karier tradisionalis, ia biasanya memberikan loyalitasnya pada perusahaan atau institusi tempat bekerja. Ia juga orang yang focus dalam berkarier atau single career yang selanjutnya akan mudah dikenali di lingkungan kerja sebagai orang yang loyal. Tipe tradisionalis cenderung berusaha mempertahankan pekerjaan dan rela melakukan usaha ekstra. Apa jadinya jika tipe ini merasakan kelesuan dan tidak semangat kerja berhari-hari?
Jika Anda termasuk tipe ini dan merasakan gejala tidak menyenangkan ini, sebaiknya Anda tidak menganggap remeh. Mengapa? Karena tipe tradisionalis ini bukan tipe yang mudah untuk merasa ‘bosan’ maupun mudah ‘jatuh cinta’ pada rumput tetangga yang lebih hijau. Artinya, perasaan lesu ini mungkin menjadi antiklimaks atau akumulasi pengalaman sebelumnya yang mungkin ditekan. Kemungkinan burnout juga terbuka yang jelas menjadi lampu ?merah? untuk memperhatikan diri lebih dari biasanya demi kelangsungan karier ke depan. Kemungkinan keresahaan ini terkait dengan kondisi perusahaan seperti perkembangan, eksistensi dan structural. Bagi tradisionalis, eksistensi perusahaan adalah hal krusial, karena pekerjaan (dan tempat kerja) menjadi bagian identitas diri secara personal.
2. Tipe transisi karier katalis, secara personal, ia memang lebih dinamis dari tradisionalis yang memanfaatkan pekerjaan untuk mendapatkan kesenangan dan tujuan hidup. Akan tetapi, ia bukan risk-taker dan masih mempertimbangkan keamanan financial dan kurang berminat dengan roller-coaster financial. Ia juga berbeda dengan tradisionalis yang ‘menikah’ dengan pekerjaan. Baginya, pekerjaan adalah media aktif untuk having fun dan menuju self-fulfilment, untuk itu, salah satu cirinya adalah apresiasi tinggi terhadap tangga karier yang ia akan selalu raih dengan semangat dan dedikasi. Dedikasi di sinilebih ke tujuan personal, karenanya ia tidak terlalu berduka jika harus pindah dari satu tempat ke tempat lain, sepanjang perpindahan itu sebagai tangga karier berikutnya.
Jika Anda termasuk si katalis dan mengalami kejenuhan dan kelesuan bekerja, sebaiknya Anda pun memberikan waktu lebih dari biasanya untuk berdiskusi dengan diri Anda. Kurang lebih mirip dengan tradisionalis, hanya saja ‘loyalitas’ lebih pada diri personal/profesionalitas diri, maka keriangan bekerja yang tiba-tiba mandeg bisa jadi merupakan akumulasi banyak hal yang selama ini coba Anda tekan. Untuk katalis yang memperhatikan jenjang karier, ada kemungkinan keresahan ini terkait dengan kesempatan karier yang mencakup structural, pengembangan dan pendalaman kompetensi.
3. Tipe transisi karier oportunis memiliki pendekatan yang ‘unik’ seperti seorang wirausaha dalam bekerja. Ia seorang yang risk-taker, innovator, berorientasi pada hasil serta peka dengan peluang bisnis. Jika Anda termasuk dalam tipe ini, bukan berarti tidak bisa bekerja dalam satu perusahaan atau bekerja secara full-time. Bedanya, ia lebih ‘ringan’ menyikapi perubahan kondisi kerja maupun karier secara personal. Ia senang menggali potensi diri dan minatnya, sehingga tidak jarang memiliki lebih dari satu pekerjaan dan dapat terlihat tidak fokus. Namun, sebagai orang yang berorientasi pada tugas, ia tidak senang main-main dalam bekerja atau dengan kata lain ‘all out’.
Bagaimana jika tipe ini merasakan rasa jenuh? Jika Anda tipe ini, cobalah untuk melihat kembali aktivitas saat ini. Apakah kondisi kerja yang ada telah sesuai untuk karakteristik Anda? Tipe ini lebih sesuai dengan multi-career yang biasanya memaknai karier bukan sebagai jenjang yang linier. Anda lebih mementingkan kepuasan dalam menjalani pilihan karier dan mengarah ke calling maupun self-fulfilment. Untuk itu, pindah kerja tidak selalu menjadi jawaban untuk yang bekerja dalam satu perusahaan/institusi. Ada baiknya Anda mencoba melihat perkembangan minat yang lain, apakah telah tersalurkan atau belum optimal atau bahkan terhambat?
4. Tipe transisi karier kutu loncat mungkin menimbulkan kontroversi dan pandangan negative. Dalam era teknologi informasi saat ini, tipe ini serasa berada di ‘zaman’nya yang akhirnya memaksa para pemberi kerja untuk mengubah pandangan dan strategi untuk mengikat karyawan potensial. Karakternya yangmudah merasa bosan dan selalu mencari peluang lain untuk dapat mempelajari skill baru membuatnya tidak terlalu peduli dengan keamanan financial. Ia sebenarnya memiliki perspektif luas dan selalu mencari tantangan baru. Tipe kutu loncat biasanya akan memilih pekerjaan paruh waktu di mana ia akan bekerja di satu bidang namun pada beberapa perusahaan/institusi.
Apa yang terjadi jika ia tidak lagi bersemangat kerja? Jika Anda tipe ini, tebakan pertama adalah: merasa bosan! Hehehe… artinya, penurunan semangat ini bisa jadi merupakan sinyal untuk Anda melihat lagi, apakah arah langkahnya telah memenuhi minat atau passionnya? Ada kemungkinan Anda mencoba satu bidang yang terlihat menantang namun ternyata kurang sesuai dengan harapan awal. Ketidaksesuaian ini bisa pada substansi aktivitas, tempat kerja atau lingkup bisnisnya. Kemungkinan lain dapat terkait dengan jejaring kerja atau ‘kejenuhan skill’ selama ini. Kejenuhan ini bukan berarti ia telah sangat ahli di bidang pilihan sehingga final, namun tipe ini memerlukan variasi skill yang dinamis, bukan hanya variasi tempat kerja (perusahaan/klien).
Saat Rasa itu Datang…
Menyampaikan kekesalan dan keresahan ke orang terdekat juga bisa menjadi salah satu saluran positif. Dalam hal ini, sebaiknya Anda tetap selektif, karena jika tidak, kita akan menambah energy negative lebih banyak lagi, jika tidak terjadi ‘dialog positif’. Carilah orang yang Anda merasa nyaman untuk ‘mengomel’ hal yang paling ekstrem seperti kata-kata: keluar kerja, mengundurkan diri, sebel, bosan, jenuh, dan sebagainya. Satu tahap yang paling kita butuhkan ketika merasa bosan, jenuh atau kehilangan semangat adalah penerimaan orang lain sehingga membantu kita untuk ‘sadar’ dan ‘ingat’ bahwa perasaan ini adalah manusiawi dan bukan dramatis. Proses ini juga yang akan membantu kita untuk dapat menerima dan tidak ‘memusuhi’ diri sendiri. Penerimaan diri menjadi kunci penting untuk dapat melangkah ke tahap lain yakni pemecahan masalah.
Tips lain yang telah terbukti dalam studi-studi di psikologi adalah dengan mempercayai ‘sistem ketidaksadaran’ untuk memberikanmenyelesaikan masalah kompleks. Kita berada dalam masalah kompleks ketika kita sulit untuk memetakan penyebab dan situasinya. Ketika kita merasa ‘stuck’ sehingga yang ada hanya perasaan malas melakukan semua aktivitas. Sangat mungkin kita menjadi uring-uringan tidak jelas dan membawa energy negative di kantor, rumah, jalan bahkan kafe.
Sistem ketidaksadaran atau sering juga disebut dengan sleeping on it oleh psikologi social ini salah satunya dengan mengalihkan perhatian dan energy ke aktivitas yang benar-benar berbeda. Bagaimana dengan rutinitas? Rutinitas kerja mungkin tidak bisa serentak dihentikan dengan mengambil cuti atau ijin. Untuk menyiasatinya, dorong diri kita untuk menyempatkan diri melakukan hal berbeda atau melakukan rutinitas dengan cara lain sehingga member kesempatan ketidaksadaran (dalam sel kelabu otak) untuk menganalisis dan menemukan pola dasarnya. Secara singkat, cara kerjanya akan sama dengan momentum eureka.
Jika Anda mempertimbangkan untuk pindah kerja, coba kuis berikut: http://konsultankarir.com/2010/07/07/blog/kuis-dan-tes/kuis-kapan-saat-yang-tepat-untuk-pindah-kerja/. Anda juga bisa mencermati kesesuaian antara tipe (profil) karier dengan tipe tempat kerja (lihat:http://konsultankarir.com/daftar-profesi/). Semoga bermanfaat!