Marla, seorang lulusan akademi sekretaris yang kini sedang bekerja di sebuah perusahaan media cetak yang berkembang. Ia di sini sebagai reporter. Cita-cita awalnya ingin menjadi sekretaris menguap ketika ia mulai mencicipi dunia kepenulisan di kampus. Ketrampilannya mengorganisasi data ia tuangkan menjadi riset kecil setiap artikel atau cerita pendeknya. Berbekal pengalaman menulis artikel dan cerita pendek inilah ia memberanikan diri untuk menjadi reporter di media cetak.
Marla mewakili satu dari banyak pribadi yang mengubah orientasi karirnya ketika masih di dunia pendidikan. Ia memiliki konsekuensi sekaligus resiko untuk mencurahkan energi belajar dua kali lipat dari rekan kerja di dunia jurnalis. Tidak itu saja, ia juga harus menyiapkan argumentasi logis pada orang terdekat seperti keluarga atas pilihan ini. Tantangan lainnya, ia harus siap dengan pandangan ‘tidak percaya dan meremehkan’ orang-orang yang merasa lebih di tempatnya ‘yang benar’.
Cerita lain datang dari Rendi, seorang pemuda lulusan teknik informatika dan sukses menjadi store manager di salah satu waralaba yang sedang berkembang di Indonesia. Keinginannya untuk memiliki pengalaman bekerja mendorongnya mencoba pekerjaan yang dianggap tidak sesuai dengan latar pendidikannya. Selepas kuliah, ia menjadi seorang sales promotion boy. Kurang lebih satu tahun, tanpa terlalu disadari, ia belajar bangaimana berinteraksi dengan calon pembeli. Ia tahu bagaimana mendekati mereka, berkomunikasi secara persuasif termasuk bagaimana menghadapi penolakan berbagai gaya.
Pengalaman ini yang ternyata membawanya cepat menaiki jenjang dari staf ke level manajer, dalam waktu kurang dari lima tahun. Usianya yang masih muda dan belum menikah, namun keluwesan komunikasinya membuat timnya percaya untuk curhat berbagai masalah pribadi termasuk keluarga. Ia pun berhasil menyiapkan salah satu timnya untuk menjadi pengganti ketika akan keluar. Sekarang ia bekerja di bidang informasi teknologi, bukan sebagai manajer, melainkan staf.
Dua kisah di atas saya dapatkan dari kisah nyata dengan penyamaran nama dan beberapa hal. Baik Marla maupun Rendi menunjukkan keyakinan atas pilihan dan perannya di satu lingkungan kerja. Mereka menikmati dan berusaha menyelaraskan antara kebutuhan pribadi dan prioritas perusahaan. Rendi tidak mungkin bisa menyiapkan pengganti jika ia tidak memiliki kepedulian dan komitmen atas perannya di sana. Ia juga akan sulit memasuki dunia IT jika selama ‘meninggalkannya’ tidak melakukan usaha untuk tetap ‘berinteraksi’ secara mandiri. Begitu pula Marla, ia mampu mengambil esensi dan memanfaatkan ilmunya yang berbeda menjadi ketrampilan profesional di dunia kerja.
Berbicara komitmen, memang tidak semudah mengucapkan atau menuliskannya di atas kertas. Sekali terucap, ia langsung menyodorkan satu paket penuh dinamika. Apa kisah yang Anda miliki tentang komitmen dan karir?