Friday, March 29, 2024
HomePerspectiveArtikelExtrovert dan Intovert di Tempat Kerja

Extrovert dan Intovert di Tempat Kerja

Apa perbedaan utama Nukman Luthfie dengan Guy Kawasaki?

Suatu artikel di New York Times sekitar tahun lalu menangkap perhatian saya. Kolumnis, blogger, dan penulis Marci Alboher menulis dalam artikel itu tentang pengalamannya mewawancarai Guy Kawasaki — yang saya asumsikan tidak perlu saya perkenalkan lagi di sini.

Guy membalas email permintaan wawancara Marci dengan mengatakan bahwa akan lebih baik apabila wawancara tersebut bisa dilakukan via online saja. Sambil menambahkan, ‘Percayalah, saya jauh lebih lucu di email.’

Setelah itu saya membaca beberapa artikel hasil perambahan Google dan baru tahu bahwa Guy Kawasaki adalah seorang introvert. Mr. Kawasaki, entrepreneur, penulis 7 buku best seller tentang entrepreneurship, blogger dan public speaker kenamaan itu sendiri mengakui bahwa dirinya adalah seorang introvert.

Setelah saya meriset lebih jauh, ternyata masih banyak bintang social media internasional lain yang juga memiliki tipe kepribadian introvert. Di antaranya misalnya Pete Mashable dan Darren Rowse (Problogger.com).

Apa artinya? Banyak orang menghubungkan introversion dengan sifat tertutup, diam, penuh rahasia. Sebaliknya extroversion dikaitkan dengan sifat terbuka, serba rame, dan heboh. Introvert adalah orang-orang yang tidak suka bergaul, sementara extrovert selalu dikelilingi teman.

Sebenarnya, tidak seperti itu. Orang introvert juga menyukai bersosialisasi dan situasi sosial. Mereka juga menyukai keramaian. Hanya saja, mereka sering kali butuh untuk ‘meng-charge’ diri mereka setelah ‘lelah’ bersosialisasi atau dalam suasana sosial. Mereka selalu butuh waktu untuk menyendiri, menyepi, ini adalah suatu kebutuhan, bagaikan makanan yang memberi kekuatan kepada si introvert.

Sebaliknya, si extrovert tidak pernah lelah bila berada bersama orang lain. Dia selalu ingin tampil, berbicara dan bersosialisasi justru adalah batere baginya. Membuat materi presentasi, proposal, riset, dan segala pekerjaan mendetil lain termasuk menulis, membuatnya lelah. Tetapi ketika dia tampil di atas panggung, di mimbar, di ruang presentasi, semua itu memberinya energy.

Nah, sampai di sini, sudah tahu apa perbedaan utama Nukman Luthfie dengan Guy Kawasaki? Berada di ujung lain dari Mr. Kawasaki, Mr. Nukman, CEO Virtual Consulting, pakar strategi online ternama di Indonesia — bos saya — adalah extrovert sejati.

Saya sudah mengenal beliau lebih dari sepuluh tahun dan sudah sering melihat cara dia bekerja.

Suatu hari ketika Mr. Nukman sedang sakit, kami semua kelabakan karena akan ada presentasi penting di sebuah klien. Presentasi itu jangan dibatalkan, kata Nukman, aku akan datang.

Ketika tiba saatnya presentasi, Nukman datang dengan baju tebal karena demam, dengan suara terbatuk-batuk. Tetapi? ketika dia tampil di depan dan berbicara, bagaikan magic, dia terlihat seperti langsung sembuh. Kurasa audience tidak ada yang mengetahui bahwa dia sedang sakit.

Ketika dia sedang berbicara, ketika dia sedang didengar, ketika dia sedang memesona, ketika semua perhatian tertuju padanya, sedikit demi sedikit batere-nya terisi kembali, dan dia sembuh. Namun setelah ‘sihir’ itu hilang, kondisi fisik aktual tidak bisa terhindarkan. Pulang ke rumah, bahkan seorang extrovert sejati pun perlu beristirahat.

Berbeda dengan seorang introvert. Saya membayangkan Mr. Kawasaki misalnya. Sebagai public speaker kondang, tentu saja dia mempunyai jadwal bicara di sana sini yang ketat, namun saya membayangkan, setiap selesai acara tersebut, dia akan selalu membutuhkan waktu untuk sendiri. Terus-terusan terekspose dengan keramaian akan membuatnya lelah dan bosan.

Dia akan sangat bahagia berada sendiri dalam ruang kantornya yang nyaman, ketika dia ditinggal sendiri, hanya dia sendiri dan laptopnya. Dengan buku-buku di raknya. Dia akan menulis, menulis, menulis. Dia akan sanggup menulis hingga berhari-hari. Berada dalam kesunyian bersama buku-buku saja, tanpa ketemu satu manusia pun. Intovert mampu melakukan itu.

Untuk seorang extrovert, agak susah. Dia selalu penuh energy, idenya melompat-lompat. Pikirannya tidak teratur. Dia bisa duduk diam melakukan suatu pekerjaan ?serius? tetapi cepat bosan. Dia akan selalu ingin mengadakan kontak sosial dengan manusia lain.

Sampai di sini tiba-tiba saya ingat cara Guy Kawasaki nge-twit dengan cara Nukman nge-twit. Nukman seorang yang suka bergaul, dia membiarkan dirinya sepanjang hari di ‘usik’ oleh Twitter. Dia aktif, dia melakukan conversation, membalas reply, dll. Twitter itu seolah adalah ekstensi dari kepribadiannya. Dia tidak bisa tinggal diam, meski sedang mengerjakan sesuatu yang ?serius? pun sesekali dia akan mengecek Twitter-nya, dia selalu membutuhkan perhatian.

Sebaliknya Guy Kawasaki membatasi interaksi. Dia membagikan banyak informasi menarik di Twitter-nya, tetapi dia seolah mengatakan, ‘sudah, itu cukup.’ Mungkin dia sibuk, mungkin dia tidak sempat, mungkin dia menganggap Twitter adalah pekerjaan sehingga di-outsource ke karyawannya, atau mungkin juga dia hanya tidak ingin diganggu. Dia tetap ingin menjaga ketenangan dan kenyamanan hidupnya, sementara pada sisi lain juga tetap ingin exist. Dan dia membuktikan, dia bisa tuh? menjaring lebih dari 200.000 followers di Twitter dengan gaya nge-twit-nya yang khas.

Jadi, yang ingin saya sampaikan di sini adalah, tidak ada salahnya dengan extrovert ataupun introvert. Apabila Anda introvert, Anda cenderung merasa dunia ‘dikuasai’ orang-orang extrovert. Karena orang extrovert lebih rame, lebih berisik, lebih dominan, sehingga para introvert cenderung mengikuti saja. Statistik menunjukkan, lebih banyak CEO extrovert daripada introvert, padahal pakar psikologi menyebut 57 persen penduduk dunia adalah introvert. Artinya, sebenarnya Anda adalah mayoritas yang terbenam oleh minoritas.

Pembahasan mengenai extrovert dan introvert, tipe kepribadian yang dipopulerkan oleh psikolog Carl Jung ini bisa panjang sekali. Saya cukupkan artikel saya sampai di sini. Dengan meminjam contoh dua tokoh yang saya kagumi saya harap artikel ini cukup untuk memberi Anda gambaran, bahwa kedua tipe kepribadian mempunyai kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri. Anda tidak perlu menjadi orang lain untuk sukses. Anda hanya perlu menjadi diri Anda sendiri.

(dimuat atas ijin Meisia Chandra, tulisan ini juga tampil di blog penulis http://meidays.blogspot.com dan diedit seperlunya)

me
me
silence writer, spiritual traveler...
RELATED ARTICLES

8 COMMENTS

  1. artikel ini cukup adil bagi orang dengan tipe ekstrovert maupun orang dengan tipe introvert. tak jarang saya temukan buku-buku yang hanya memberi nilai plus bagi individu ekstrovert dan menganak-tirikan introvert. terima kasih kepada penulis yang cukup bijak dalam menyikapi introvert dan ekstrovert.

  2. Kewl..saya suka cara anda membahas suatu hal. Ringan dan mudah dimengerti seta tidak terkesan menggurui atau menghakimi.

  3. Menjadi introvert tidak menyenagngkan
    Berusaha menerima keintrovetan saya, walaupun susah dan pahit kenapa tidak bisa seperti orang lain yang bisa mengeekspresian keinginan dan apa yang dipikirkan dengan mudah. Apakah kepribadian seperti ini harus dirubah supaya bisa menjadi sukses, karena kesuksesakn kadang-kadang identik dengan pandai mengambil hati, pandai “menjual diri”. dan saya benar-benar gak pandai dalam hal itu.
    Masih sibuk mencari dan mencari apa yang membuat diri ini tetap eksis tanpa harus merubah ke-intrivertan saya (pengen merasa nyaman dengan pribadi seperti ini). Dan satu harapan saya “semoga anak saya gak nurun kepribadian saya…he..heeeeeeeee”

  4. “Pikirannya tidak teratur. Dia bisa duduk diam melakukan suatu pekerjaan ?serius? tetapi cepat bosan.”, kata ini cocok. “Hanya saja, mereka sering kali butuh untuk ?meng-charge? diri mereka setelah ?lelah? bersosialisasi atau dalam suasana sosial.” ini juga cocok. Saya lebih condong ke mana ya? hehe

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments

konsultankarir on Pilihan, Memilih or Stuck
konsultankarir on Bingung S2
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Memilih Jurusan S2 yang Tepat
konsultankarir on Gagal tes psikotest
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Sulit mendapatkan pekerjaan
konsultankarir on Wawancara dan Psikotest
konsultankarir on Kuis:Career Engager
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Selalu Gagal dalam Interview
konsultankarir on Interview Magic
konsultankarir on Pindah Tempat Kerja
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Psikotes Menggambar
konsultankarir on Memilih Jurusan S2 yang Tepat
konsultankarir on Memilih Jurusan S2 yang Tepat
konsultankarir on Bingung S2
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
Angelina Tria Puspita Rini on Memilih Jurusan S2?!
Lisa on Bingung S2
Fiviiya on Psikotes Menggambar
Wendi Dinapis on Memilih Jurusan S2?!
hasenzah on Memilih Jurusan S2?!
yulida hikmah harahap on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
Galuh Rekyan Andini on Memilih Jurusan S2?!
burhanuddin on Memilih Jurusan S2?!
Dian Camellyna on Kuis:Career Engager
ABDUL RAHMAN on Wawancara dan Psikotest
Melva Ronauli Pasaribu on S1 Teknik Informatika S2 Bagusnya Apa?
Faradillah Rachmadani M.Nur on Memilih Jurusan S2?!
Taufik Halim on Memulai Bisnis Fotografi
Edo on Bingung S2
konsultankarir on Profesi yang sesuai
konsultankarir on Bingung S2
yaya on Bingung S2
konsultankarir on Memilih karir
dewi on Pindah kerja
konsultankarir on Memilih Jurusan S2 yang Tepat
dewi on Pindah kerja
Tyas on ILKOM atau MTI
hary on ILKOM atau MTI
Kiki Widia Martha on Buku ‘My Passion, My Career’
jalil abdul aziz on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
Nono Suharnowo on Bagaimana agar produktif?
syukri on Jujur atau tidak?
Nida shofiya on Bingung pilih fakultas
abdul madjid on Gagal tes psikotest
abdul madjid on Gagal tes psikotest
Aris on Tujuan karir
NURANI on Tujuan karir
dede on Tujuan karir
Rika on Tujuan karir
Djoko triyono on Sulit mendapat pekerjaan
marco on E-mailku unik!
Efik on Memilih karir
noer hasanah on Berminat ke NGO Asing
ilah susilawati on Status dan jenjang karir
yusi bayu dwihayati on Berpindah Karir di Usia 32
dino eko supriyanto on Menyiapkan Business Plan
Gunawan Ardiyanto on 10 Biang Bangkrut UKM
Nahdu on Table Manner
krisnadi on 10 Biang Bangkrut UKM
rani on Table Manner
yuda_dhe on Table Manner
Putrawangsa on Memilih Jurusan S2?!
aira on Time Management
Emi Sugiarti on Sudahkah Anda Peduli?
fitria on Table Manner
Ardiningtiyas on Menuju 'Incompetency Level'
Sri Ratna Hadi on Dari Penjahit ke Penulis
monang halomoan on Program SDM tahunan
merlyn on Ayo, Kreatif!
Silvester Balubun on Table Manner
Avatara on Istimewanya Rasberi
vaniawinona on Table Manner
defianus on Tips Negoasiasi Gaji
Dewi Sulistiono on Meniti Sebatang Bambu
Rena on Tersadar…
Dendi on Ayo, Kreatif!
Denni on Menemukan Mentor