Thursday, April 18, 2024
HomePerspectiveArtikelKomunikasi Non-Verbal dalam Interview

Komunikasi Non-Verbal dalam Interview

Proses interview adalah bagian penting dalam serangkaian proses seleksi maupun asessment yang bertujuan untuk mapping potensi karyawan. Berbeda dengan rangkaian tes lain yang memiliki pola question-answer, proses ini melibatkan interaksi langsung dengan pewawancara, untuk itu, Anda juga perlu memperhatikan komunikasi non-verbal. seperti berikut:

1. Berpenampilan tepat. Anda tidak harus mengenakan blazer, namun tetap formal seperti kemeja (laki-laki) sementara perempuan juga memiliki banyak alternatif. Perhatikan kenyamanan Anda sendiri, karena sedikit banyak akan mempengaruhi penampilan dalam interview sehingga membuat tegang atau kurang berkonsentrasi. Meski proses interview adalah proses penggalian data dan seleksi, namun penting untuk membangun interaksi yang nyaman, hangat dan rileks.

2. Jabat tangan hangat dan percaya diri. Tanyakan pada teman, bagaimana gaya dan kesan jabat tangan Anda. Sepertinya sepele, namun pernahkan Anda berjabat tangan dan merasa kesakitan? Atau seperti menjabat kayu yang kaku? Bagaimana kesan yang kemudian muncul? Perhatikan bagian kecil ini karena jabat tangan juga mengawali interview. Pada saat berjabat tangan, mulailah membangun kontak mata dan senyum tulus sembari menyebutkan nama Anda (lihat http://konsultankarir.com/2011/06/10/saya-dan-karir/jabat-tangan/).

3. Kontak mata. Bangunlah kontak mata secara wajar dan luwes, bukan berarti pandangan tidak berkedip atau selalu menatap mata pewawancara. Anda dapat memandang ke arah lain dalam sekian detik. Kontak mata juga menggambarkan bagaimana Anda membangun interaksi social yang hangat dan professional.

4. Gesture tepat. Gerakan tubuh seperti menyilangkan kaki, menyentuh dagu dengan jari, mengangkat bahu, mencondongkan tubuh/sebaliknya, dsb, termasuk bagian yang perlu Anda perhatikan dalam interview. Ciptakan suasana rileks, namun bukan berarti Anda bisa menyandarkan tubuh sesantai di pinggir pantai. Beberapa individu memiliki kebiasaan mengetukkan pulpen/pensil ke meja, atau melipat-lipat kertas yang sebenarnya adalah usaha untuk menenangkan diri dari rasa cemas. Perhatikan kebiasaaan diri sendiri, dan berlatihlah untuk mengendalikan agar tidak mengganggu konsentrasi dalam interview.

5. Bersikap sopan. Apabila proses interview dilakukan setelah serangkaian proses tes yang panjang, kelola emosi dan diri untuk tetap tenang dan rileks. Biasanya, pewawancara akan melakukan ice breaking dengan menanyakan proses tes atau perjalanan menuju tempat tes/interview. Berikan respons tepat karena proses ini merupakan fondasi untuk menjalin interaksi dalam sekian menit ke depan (30-90 menit).

6. Senyum. Selain kontak mata, senyum juga bagian yang terkadang dilupakan oleh kandidat, terlebih yang merasa lelah dengan proses tes atau kemacetan menuju tempat tes atau keinginan untuk segera selesai. Cobalah untuk tersenyum dengan tulus karena ini akan membantu diri sendiri untuk lebih rileks sehingga dapat ?berbincang? dengan pewawancara dengan lancar.

7. Jarak personal pewawancara. Dalam proses wawancara, pewawancara akan berusaha menciptakan suasana yang rileks namun tetap professional. Harapan pewawancara, Anda juga memberikan respons yang sama, namun perhatikan pula jarak personal seperti tidak terlalu mencondongkan tubuh ke arah pewawancara, atau menggeser kursi hingga di berdampingan atau membentuk sudut L.

8. Merespons komunikasi non verbal pewawancara. Ingat, bahwa interview bukanlah sesi pidato yang bersifat satu arah. Perhatikan respons non verbal pewawancara seperti kernyitan dahi, tarikan bahu, sorot mata termasuk senyum. Sama dengan interaksi social informal, beberapa gesture itu memiliki arti atau mewakili bahasa verbal seperti, ‘Oya.., mengapa bisa seperti itu’ Bagaimana Anda melakukannya?? termasuk menyangsikan pernyataan atau ingin mengajukan interupsi.

9. Hindari pertentangan antara komunikasi verbal dan non verbal. Selama Anda tampil dengan jujur, sebenarnya kemungkinan pertentangan ini kecil terjadi. Anda bisa menggunakan gerakan tangan untuk meyakinkan pewawancara, juga anggukan kepala. Bagi pewawancara yang telah berpengalaman, ia tidak hanya merekam kalimat secara verbal namun juga mencermati bahasa tubuh dan pernyataan keseluruhan. Misalnya, Anda mengatakan sangat tertarik dengan posisi X, namun sorot mata Anda menyatakan sebaliknya, pewawancara akan berusaha memastikan dengan beragam pertanyaan untuk mendapatkan bukti lain lebih detil bahwa Anda memang benar-benar tertarik, bukan karena ‘yang penting kerja’ atau ‘disuruh orangtua’ dsb. Salah satu indicator minat adalah adanya usaha yang telah dilakukan seperti mencari informasi baik melalui media atau orang lain.

9. Sampaikan pesan secara sistematis dan terstruktur, namun luwes. Pelajari teknik STAR yakni menjawab dengan menjelaskan Situasi pada saat kejadian, Task/Tugas-gambaran tugas atau target yang harus dicapai serta peran saat itu, Action- tindakan yang dilakukan, dan Result/Hasil yang didapat.

10. Berbincang, bukan question-answer. Ingatlah percakapan dengan rekan kerja atau teman, bukankah kita akan menjawab pertanyaan dalam percakapan tersebut dengan mengalir? Sama halnya dengan interview, usahakan agar jawaban/penjelasan Anda mengalir seperti berbincang. Hal ini hanya bisa terjadi jika Anda memperhatikan tips di atas seperti kontak mata, gesture, juga memperhatikan respons non verbal pewawancara.

11. Suara jelas. Perhatikan volume, nada dan intonasi suara Anda ketika berbincang dalam interview agar tidak terlalu keras atau justru lirih. Untuk mengetahuinya, perhatikan respons non verbal pewawancara termasuk verbalnya. Biasanya dalam interview mendalam (kurang lebih 1 jam) pewawancara akan menggunakan alat perekam (meminta ijin sebelumnya dari Anda). Sebagai gambaran, pewawancara akan mendengarkan kembali rekaman wawancara untuk memastikan data dan analisis bersama hasil tes lain.

Selamat mencoba dan semoga sukses! Sumber: Kessler, Robin (2006) Competency-based interviews. New Jersey; Career Press

Tyas
Tyas
Career Coach & HR Consultant - "Mind is Magic"
RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments

konsultankarir on Pilihan, Memilih or Stuck
konsultankarir on Bingung S2
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Memilih Jurusan S2 yang Tepat
konsultankarir on Gagal tes psikotest
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Sulit mendapatkan pekerjaan
konsultankarir on Wawancara dan Psikotest
konsultankarir on Kuis:Career Engager
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Selalu Gagal dalam Interview
konsultankarir on Interview Magic
konsultankarir on Pindah Tempat Kerja
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Psikotes Menggambar
konsultankarir on Memilih Jurusan S2 yang Tepat
konsultankarir on Memilih Jurusan S2 yang Tepat
konsultankarir on Bingung S2
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
Angelina Tria Puspita Rini on Memilih Jurusan S2?!
Lisa on Bingung S2
Fiviiya on Psikotes Menggambar
Wendi Dinapis on Memilih Jurusan S2?!
hasenzah on Memilih Jurusan S2?!
yulida hikmah harahap on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
Galuh Rekyan Andini on Memilih Jurusan S2?!
burhanuddin on Memilih Jurusan S2?!
Dian Camellyna on Kuis:Career Engager
ABDUL RAHMAN on Wawancara dan Psikotest
Melva Ronauli Pasaribu on S1 Teknik Informatika S2 Bagusnya Apa?
Faradillah Rachmadani M.Nur on Memilih Jurusan S2?!
Taufik Halim on Memulai Bisnis Fotografi
Edo on Bingung S2
konsultankarir on Profesi yang sesuai
konsultankarir on Bingung S2
yaya on Bingung S2
konsultankarir on Memilih karir
dewi on Pindah kerja
konsultankarir on Memilih Jurusan S2 yang Tepat
dewi on Pindah kerja
Tyas on ILKOM atau MTI
hary on ILKOM atau MTI
Kiki Widia Martha on Buku ‘My Passion, My Career’
jalil abdul aziz on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
Nono Suharnowo on Bagaimana agar produktif?
syukri on Jujur atau tidak?
Nida shofiya on Bingung pilih fakultas
abdul madjid on Gagal tes psikotest
abdul madjid on Gagal tes psikotest
Aris on Tujuan karir
NURANI on Tujuan karir
dede on Tujuan karir
Rika on Tujuan karir
Djoko triyono on Sulit mendapat pekerjaan
marco on E-mailku unik!
Efik on Memilih karir
noer hasanah on Berminat ke NGO Asing
ilah susilawati on Status dan jenjang karir
yusi bayu dwihayati on Berpindah Karir di Usia 32
dino eko supriyanto on Menyiapkan Business Plan
Gunawan Ardiyanto on 10 Biang Bangkrut UKM
Nahdu on Table Manner
krisnadi on 10 Biang Bangkrut UKM
rani on Table Manner
yuda_dhe on Table Manner
Putrawangsa on Memilih Jurusan S2?!
aira on Time Management
Emi Sugiarti on Sudahkah Anda Peduli?
fitria on Table Manner
Ardiningtiyas on Menuju 'Incompetency Level'
Sri Ratna Hadi on Dari Penjahit ke Penulis
monang halomoan on Program SDM tahunan
merlyn on Ayo, Kreatif!
Silvester Balubun on Table Manner
Avatara on Istimewanya Rasberi
vaniawinona on Table Manner
defianus on Tips Negoasiasi Gaji
Dewi Sulistiono on Meniti Sebatang Bambu
Rena on Tersadar…
Dendi on Ayo, Kreatif!
Denni on Menemukan Mentor