Saya tidak berminat dengan segala hal yang bernuansa kekerasan, termasuk cerita perang terlebih genosida. Ini yang menimbulkan konflik dalam diri, ketika melihat buku The Pianist, karya Wladislaw Szpilman (c-publishing,2005). Saya membalik cover belakangnya dan membaca kalimat, ?Pada 23 September 1939, Wladislaw Szpilman memainkan Nokturno karya Chopin dalam C Kres Minor di radio, sementara granat-granat meledak di luar studio itu-sangat keras sehingga dia tidak dapat mendengar bunyi pianonya sendiri.?
Konflik internal saya semakin mengencang, ada geliat antusias menemukan nama Chopin di sana. Saya penikmat repertoir Chopin, ini tentang seorang musisi klasik, musik yang banyak mengundang gelengan aneh teman-teman namun membuat saya melayang.
Saya pun menguatkan tekad untuk membaca buku ini yang ternyata sebuah memoar pianis Polandia di masa invasi Hitler. Saya sesungguhnya bergidik menemukan nama ini, terbayang kamar gas dan ilustrasi kekerasan vulgar yang sering menghiasi buku semacamnya. Dengan membulatkan tekad, mulailah perjalanan diri saya ke masa lampau bersama Szpilman.
Tulisan ini bukan sebuah resensi, saya ingin berbagi pengalaman mikro internal dan eksternal antara saya ? pembaca, dan penulis buku. Perjalanan yang saya rasakan bersama meniti kata demi kata, hingga satu insight hadir sangat kuat. Saya bertahan melewati asumsi negatif dan prasangka kisah perang dengan asumsi positif lain yakni musik klasik, pianis, dan Chopin. Saya membayangkan akan menemukan sisi menarik kehidupan musisi, keluarga musisi. Bayangan itu saya temukan, ayah Szpilman sering memainkan biola di rumahnya. Sementara Szpilman, bermain piano di radio Polandia dan kafe di Warsawa.
Pada saat yang sama, saya terkejut dengan ketenanganya memilih kata, irama tutur penulis yang juga pelaku sejarah. Saya tidak menemukan ilustrasi vulgar tentang kekerasan, ia begitu tenang menceritakan detil penderitaan dan penindasan yang dialami. Padahal tulisan ini dibuat hanya berselang satu-dua tahun setelah masa itu. Saya tidak merasakan muak/mual tetapi lebih sering menghentikan bacaan dan menerawang tentang makna (apa) manusia itu sesungguhnya…
Hal yang paling menyentak adalah Szpilman benar-benar mencintai karirnya: pianis. Ia mengalami semua penderitaan yang menghinakan, tapi passion nya tidak pernah sedikitpun luntur. Berkali ia lolos dari maut yang hanya sejengkal. Ia ditarik keluar dari barisan orang-orang Yahudi yang akan dinaikkan kereta untuk dikeluarkan dari Warsawa oleh seorang polisi Yahudi yang dibencinya, namun mengenalinya bermain piano di kafe. Ia tidak terbawa masuk kamar gas, meski seluruh keluarganya terangkut ke sana. Ia hidup di kota mati dengan kondisi mengenaskan secara fisik dan psikis. Sekali lagi ia selamat ketika terpergok tentara Jerman sedang bersembunyi di loteng di reruntuhan gedung yang dibakar. Tentara itu meminta Szpilman untuk membuktikan bisa bermain piano. Ia pun memainkan karya Chopin di gedung itu. Kapten Jerman itu memang tidak berniat menyakiti, dan ternyata telah banyak menolong orang Yahudi secara diam-diam.
Saya tidak bisa membayangkan dalam kondisi seseorang yang entah masih bisa hidup atau tidak untuk satu jam ke depan, masih memiliki passion karir. Ketika sedang bekerja menghancurkan tembok-tembok ghetto (pemukiman Yahudi), ia tetap mengkhawatirkan jemarinya. Ia berusaha mengobati jarinya yang terluka ketika dalam persembunyian, ?Kalau sesuatu terjadi pada jariku, bagaimana karir pianisku kelak??
Akhirnya saya menyadari, saya pun mampu menyentuh dan bertahan membaca buku itu hingga selesai karena satu hal: passion. Kata pianis dan musik Chopin lah yang membuat saya mampu mengendalikan ?perang? diri saya sendiri. Saya pun semakin mengerti pentingnya keyakinan diri. Apapun itu, ia menjadi pelita yang hanya diri sendirilah yang mampu menjentikannya menjadi harapan. Bukan musik yang menyelamatkan hidupnya, namun passion nya dalam musik. Ia memberikan segalanya (passion) untuk musik, hingga ia mendapatkan cinta berlimpah di sana.
Setelah lima tahun, perang pun berakhir. Szpilman kembali menjadi pianis dan komposer, menebarkan keindahan denting piano secara live di radio Polandia.