Mudah sekali untuk mengatur angka digital atau jarum jam menjadi alarm tengah malam untuk mengejar deadline kerja. Semudah itu pula jemari kita mematikan alarm dan … kembali terlelap, bye-bye deadline!.. Bagi Anda yang berhasil melalui godaan itu, tentu layak untuk tersenyum puas, namun, sesungguhnya akan jauh menyenangkan jika waktu merajut mimpi itu tak terganggu. Esok harilah saatnya untuk mewujudkan mimpi-mimpi itu, setidaknya itu logika normalnya.
Tulisan ini pasti bukan yang pertama menawarkan pernik-pernik pengaturan waktu. Beberapa pilar yang penting untuk kembali disimak adalah penentuan tujuan, prioritas, mengelola gangguan, godaan untuk menunda pekerjaan, dan penjadwalan.
Menetapkan tujuan. Kita perlu untuk menentukan target pencapaian, semakin konkret, semakin mungkin untuk tercapai. Ketika kita mengetahui arah tujuan, kita pun tahu apa yang diperlukan untuk mencapainya. Tanpa tujuan, kita akan terjebak dalam konflik prioritas yang tumpang tindih dan membingungkan.
Sayangnya, kita sering mengabaikan bagian ini karena dianggap menyita ?waktu? dan energi. Memang, kita harus meluangkan sedikit namun serius dan itu menguras energi otak untuk brainstorming, mengumpulkan, elaborasi hingga break down tujuan secara detil-konkret. Kita harus meyakini pentingnya tahap ini untuk keseluruhan peta kerja ke depan. Bahkan jika kita masih belum merasa ?super hectic person?, kita akan melihat ?peluang? waktu dan agenda untuk optimalisasi diri lainnya.
Prioritas. Pentingnya prioritas membantu kita untuk tidak sekedar kerja keras, namun juga bekerja strategic. Pilar ini berguna untuk lebih mengarahkan kita mencapai sasaran kerja, per tugas. Salah satu strategi populer adalah ?To-Do List?.
Sayangnya, seringkali ?to-do list? menjadi ?waiting list? karena hanya berisi kumpulan pekerjaan yang harus diselesaikan tanpa adanya prioritas. Untuk bekerja efektif, kita perlu membuat deretan agenda kerja ini berstruktur dan menempati ranking pertama untuk diselesaikan serta apa alasannya.
Kita bisa membuat tabel sederhana dengan empat kolom menyamping berisi: no; agenda; prioritas; cek. Pada prioritas, tuliskan kode yang menunjukkan derajat penting/ urgensi, misal A: sangat penting, B: penting, C: agak penting, D: kurang penting. Kode bisa berupa angka 1-6 misalnya, seperti skala sikap dalam kuesioner. Prioritas mengandung urgensi waktu (deadline), besarnya energi, dan kompleksitas tugas yang mungkin memerlukan beberapa tahapan. Kita bisa melihat kemungkinan untuk menyelipkan pekerjaan sebagai ?intermezo? kerja besar lainnya, atau satu pekerjaan yang harus berkonsentrasi penuh. Biasanya pekerjaan kategori tidak penting (low priority) menunjukkan rutinitas yang sudah terjadwal atau pekerjaan yang memungkinkan untuk diselesaikan di sela pekerjaan lain (bisa juga didelegasikan dan kita hanya perlu monitoring).
Jadwal. Begitu kita mengetahui prioritas tiap pekerjaan dan bagiannya, penjadwalan menjadi begitu terang benderang. Menyusun jadwal membantu kita untuk tetap di jalur dan melindungi dari tekanan berlebih alias stress. Kita bisa memisahkan dua tabel untuk prioritas atau meyatukannya dengan jadwal sehari-hari. Ada baiknya kita tetap memiliki peta prioritas dalam satu minggu ? bulan, di samping memasukkannya dalam jadwal harian. Strategi ini akan membantu untuk proses monitoring, evaluas juga modifikasi jika ada perubahan prioritas maupun jadwal waktu.
Mengelola gangguan. Rasanya melegakan ketika kita telah mengetahui prioritas tiap tugas, kini saatnya meminimalisir ?gangguan? yang bisa muncul sewaktu-waktu. Interupsi ini bisa berupa telepon, permintaan mendadak seperti mengubah jadwal atau tahap proses yang telah disepakati, atau tambahan proyek di tengah proyek lain dari klien yang sama.
Beberapa interupsi itu membutuhkan jawaban secepatnya, namun beberapa membutuhkan penanganan yang lebih cermat dan hati-hati. Mungkin beberapa dari kita telah terbantu dengan orang lain di kantor yang bertugas menangani ini. Yang perlu kita ingat, bagaimana melatih sensitivitas kita untuk memberikan yang terbaik untuk klien yang membutuhkan pertolongan. Interaksi bisnis pun memerlukan sentuhan personal yang lebih luas. Kita perlu asertif tanpa menakutkan orang lain (rekan kerja, klien juga atasan) yang memang perlu ?menginterupsi? di saat itu.
Menunda. Menunda pekerjaan sepintas terlihat seperti bagian dari ?prioritas?. Kita perlu memastikan mengapa harus menundanya, mungkin kita takut jika gagal atau.. berhasil. Hmmm? yup? banyak sebenarnya di antara kita yang tidak siap untuk sukses, karena itulah muncul fear theory of success! Sebab berhasil, berarti, pada saat yang sama, kita ?mengalahkan? orang lain yang bisa juga rekan, teman, atau atasan. Artinya kita harus tampil dan menjadi pusat perhatian: menggoda, menantang sekaligus menakutkan untuk sebagian orang. Mungkin terdengar berlebihan, meski sebenarnya logis. Kita perlu menghadiahi diri sendiri ketika berhasil menuntaskan pekerjaan, baik senyuman terindah di cermin (percayalah? tak ada yang salah dengan ini!) hingga cokelat untuk diri sendiri atau berbagi dengan si dia!