??Apa lagi yang diperjuangkan dalam hidup ini selain idealisme??
Satu kalimat yang begitu melekat di sel kelabu ini ketika membaca satu majalah tentang tokoh psikologi Indonesia: Fuad Hasan. Seorang yang dikenal simpatik oleh mahasiswanya, bercirikan Profesor Putih karena kegemarannya mengenakan kemeja dan celana putih. Sang fenomenologis yang begitu ringan mengulas ?cerita? kehidupan hingga sarat makna dan kesederhanaan dalam tulisan-tulisannya.
Mungkin susunan kalimat di atas tidak sama persis, namun kurang lebih itulah kalimat yang saya temukan hampir sepuluh tahun lalu. Saat saya belum marasakan kesantunannya secara langsung.
Idealisme, kalimat satu ini pasti tidak lolos dari dinamika dan pasang surut makna. Individu idealis hampir selalu dikaitkan dengan integritas. ?Integritasnya kuat..? kurang lebih itu yang selalu dicari dalam sendi-sendi kehidupan, tak terkecuali dunia profesional.
Menjadi incaran hingga dunia Sumber Daya Manusia (SDM/HRD) pun membingkainya menjadi satu kompetensi. Kemampuan mempertahankan dan mempromosikan nilai maupun etika kerja dalam melakukan aktivitas organisasi secara internal maupun eksternal.
Masalahnya bagaimana kita mengetahui integritas seseorang? Lebih spesifik lagi, menggambarkannya secara terukur, tidak hanya deskriptif.
Sebelumnya, pernahkah Anda menyaksikan tayangan di televisi, seorang tokoh masyarakat berteriak tertahan namun lantang, ?Saya sudah menanyakan, apakah kamu dendam, dia bilang tidak. Jadi tidak ada dendam pribadi apalagi institusi..?
Percayakah kita? Jawaban apa yang akan kita berikan jika seseorang bertanya seperti itu? Jika si penanya adalah atasan kita?
?Percayakan pada hati nurani..?
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana seorang tak dikenal akan ?melihat? dan meyakini hati nurani orang yang belum dikenal, seperti pelamar kerja? Feeling? Intuisi? Bagaimana penggambaran dalam report untuk evaluasi dan peningkatan SDM di dunia profesional ke depan?
Mengukur Integritas
Ashton & Lee (2007); Lee & Ashton (2004) menyusun HEXACO-PI yang merupakan akronim dari Honesty-Humility, Extroversion, Agreeableness, Consciousness, Openness to experience ? Personal Inventory. Alat ini memang merupakan hasil dari kritik lintas kultur alat ukur The Big Five yang telah lazim di dunia psikologi industri-organisasi (Ashton, Lee,Perugini et al., 2004; Lee & Ashton, 2004). Karenanya, tiga variabel dari HEXACO-PI tidak berbeda dari yang ada di The Big Five.
Yang semakin menarik adalah keterkaitan yang tinggi antara Honesty-Humility dengan Machiavellianism (Christie & Geis, 1970) dan Narcissism (Raskin & Terry, 1988), juga Manipulativeness and Integrity Scales dari Supernumerary Personality Inventory (SPI; Paunonen, Haddock, Forsterling, & Keinonen, 2003).
Mendengar kata Machiavellis tentu langsung membawa kognisi kita ke ?pengesahan segala cara?. Suatu paradigma yang hampir pasti tidak akan mendapat pengakuan secara sadar oleh 99% umat manusia. Apa saja sebenarnya yang diukur di dalam HEXACO-IP ini?
Honesty?Humility: Sincerity; Fairness; Greed avoidance; Modesty
Emotionality: Fearfulness Anxiety; Dependence; Sentimentality
Extraversion: Expressiveness; Social boldness; Sociability; Liveliness
Agreeableness: Forgiveness; Gentleness; Flexibility; Patience
Conscientiousness: Organization; Diligence; Perfectionism; Prudence
Openness to Experience: Aesthetic appreciation; Inquisitiveness; Creativity;
Unconventionality
Artikel kali ini memang penuh dengan pertanyaan, seiring dengan aliran tanya yang tidak pernah usai dalam nadi kita. Memanfaatkan hasil studi Lee dkk (2008), kita bisa mulai menakar abstraksi integritas sendiri?
?????????????????????..Maukah?
Sumber: Lee, Kibeom; Ashton, Michael C.; Morrison,David L.; Cordery, John and Dunlop, Patrick D. (2008) Predicting integrity with the HEXACO personality model: Use of self- and observer reports. Journal of Occupational and Organizational Psychology (2008), 81, 147?167 2008 The British Psychological Society