Judul di atas adalah terjemahan bebas dari film This is It. Film dokumenter ini menceritakan saat-saat terakhir Michael Jackson, seorang yang mencurahkan seluruh hidupnya untuk apa yang dicintainya, musik dan lagu.
Menonton film ini, saya melihat seorang manusia yang penuh dedikasi, seorang yang mencintai apa yang dilakukannya, dan seorang manusia yang sungguh baik hati. Lepas dari semua kekurangan atau kontroversi yang beredar tentangnya, ia seorang yang menurut saya, memiliki kasih yang utuh.
Saya bukan fans Michael Jackson, namun setelah menonton film ini, saya memahami mengapa ia dijuluki King of Pop dan mengapa ia menjadi seorang penyanyi besar. Dedikasinya terhadap apa yang dilakukannya sangat luar biasa, semangat dan cintanya terhadap musik muncul dalam setiap gerakan, suara, tindakan, serta relasinya dengan orang-orang yang bekerjasama dengannya. Ia sungguh seorang manusia yang luar biasa terhadap karir yang ditekuninya.
Walau secara fisik ia terlihat kecil dan rapuh, namun hal tersebut tidak terlihat, tertutupi oleh semangat dan cinta yang ditunjukkan lewat gerakan dan nyanyian di panggung. Film tersebut memperlihatkan bagaimana Michael Jackson melakukan gerakan-gerakan khasnya, melatih para penarinya dengan ciri khasnya, berdiskusi dengan penyanyi pengiring dan para pemain musik, dan itu dilakukannya dengan kerendahan hati. Ia mau mendengarkan pendapat orang lain, dan di saat yang bersamaan, ia menunjukkan kharisma seorang Michael Jackson.
Suaranya saat berbicara terdengar pelan dan jernih, seperti suara seorang anak kecil, mengingat usianya yang sudah 50 tahun. Mungkin itulah bakat dan berkah yang Tuhan berikan untuknya. Dan ia benar-benar memanfaatkan dan mengeluarkan semua talentanya tersebut untuk didedikasikan di dunia ini, di hidup pribadi maupun hidup orang-orang lainnya.
Tampak jelas bagaimana MJ mencintai alam dan manusia, terwujud dalam lagu-lagu ciptaannya. Lagu yang berkisah tentang kelestarian alam maupun penolakan terhadap diskriminasi ras, digambarkannya dengan baik melalui lagu dan latar kisah lagu tersebut, dengan menggugah jiwa. Saya tidak hapal judul dan liriknya, namun menyaksikan pertunjukan di ‘belakang layar’ nya MJ, seperti mengingatkan saya untuk berbuat baik secara utuh, jangan setengah-setengah.
Ada lagi satu hal yang saya ingat dari cara bicara MJ, kebiasaannya mengucapkan God bless you, setiap kali ia mengakhiri kalimat. Hampir di sebagian besar film tersebut ia mengucapkan God bless you dengan tulus hati.
Ia tidak pernah melupakan Tuhan. Saya rasa Tuhan juga dekat dengannya. Menyaksikan Michael Jackson di belakang layar, menumbuhkan kembali semangat dan dedikasi saya untuk terus berkarya dan berbuat baik dalam hidup ini. Memberi untuk menerima muncul secara alami dalam film ini. MJ memberi banyak untuk kehidupan di dunia ini, ia lakukan dengan cinta dan dedikasi. Sebagai balasannya ia menerima banyak; respek, ketenaran, dan kasih dari orang-orang yang mengenalnya secara utuh maupun yang hanya mengenal lagu-lagunya.
Bisa kah kita menerapkan hal ini dalam hidup kita sendiri? Memberi untuk menerima? Memberi dengan tulus, menerima dengan kasih. Saya rasa ini bukan hal yang susah, sepanjang hati kita memiliki kasih yang utuh pada kehidupan ini. This is it, inilah saatnya kita memulai. Jangan menunggu orang lain memberi untuk kita. Inilah saatnya kita yang memulai memberi pada orang lain. Memberi tanpa pamrih, memberi dengan iklas, memberi dengan kasih. Sisanya biarlah Tuhan yang melakukannya.
Judul pertunjukkan terakhir MJ, This is It, seperti pertanda akan kepergiannya dan akhir yang membahagiakan dalam perjalanan hidup dan karirnya sebagai manusia. Kita doakan semoga ia menjalani ‘hidup’ yang bahagia di alam sana.
Selamat jalan, MJ. God bless you.