Siapa yang tidak bersemangat melihat warna merah di kalender? Saya hampir memastikan 99% persen akan menjawab dengan tawa lebar. Perhatikan ekspresi wajah rekan kerja di samping Anda ketika mencermati warna merah di kalender, terlebih ketika angka tersebut berada di antara hari Sabtu dan Minggu. Long weekend, Yiipppiiie…!
Serasa satu ton beban terangkat dari tubuh, ringaaaan rasanya… Ini baru melihat tanggal merah. Tubuh akan semakin ringan dengan pelepasan satu katup lagi: imaginasi. Proses mental ini serta merta meluncur, membawa kita ke bibir pantai dengan sepoi anginnya, atau menelusuri Ciampelas dengan tawa riang teman satu ?klub?, atau tiduran membaca novel yang tiga bulan lalu dibeli dan belum tersentuh sambil mendengarkan denting pianis Jim Brickman, atau meluncur di atas awan ke negeri seberang sambil menanti keberuntungan melihat Superman menyapa di jendela pesawat Anda, hehehe… Apapun itu, aneka rupa bayangan mellintas untuk mengisi tanggal merah yang berjajar indahnya.
Jelaslah kita ingin ?menyingkirkan? masalah keseharian lebih tepatnya urusan kerja dan kantor secepat mungkin. Meski banyak dari kita pun menyadari bahwa momen libur menjadi semacam ?charger? untuk semangat dan stamina di hari selanjutnya. Harapannya, sekembali dari long weekend, kita akan memiliki energi untuk menghadapi pekerjaan yang terus datang, bos yang cerewet, rekan tim kerja yang tidak kooperatif, juga… kebosanan.
Kebosanan menjadi salah satu tema yang sering dibahas dalam isu karir, mendampingi burn out. Satu kondisi di mana kita kehilangan semangat kerja dan tidak bisa mencapai target kerja yang diharapkan dalam waktu cukup intensif. Pertanyaannya, apa masalahnya?
Akan lebih mudah ketika kita melihat rekan kerja yang menggerutu sepanjang hari dan melontarkan kalimat, ?Kamu kenapa sih, marah-marah melulu?? Bisa jadi lontaran ini akan sedikit membuat ia terhenyak dan bertanya , ?Masa sih??. Tetapi, bagaimana setelah itu? Apakah kita kemudian menawarkan diri untuk melihat lebih dalam apa sebenarnya yang sedang ia alami.
Emosi memainkan peran unik bagi kita. Satu sisi, ia menjadi pendorong untuk menghadapi masalah, namun bisa menjadi perangkap yang mengacaukan. Pekerjaan kantor yang datang silih berganti dan masih panjang mengantri di luar sana tentu akan protes jika terus diberi label masalah. Bukan itu yang diinginkan, tetapi bagaimana kita menganalisa masalah dengan efektif.
Untuk mengetahui telah efektif atau belum, coba lihat apakah kita telah melakukan :
a. identifikasi masalah
b. menggali data
c. memilah informasi penting, dan
d. mengambil solusi yang paling tepat dari sejumlah alternatif?
Identifikasi masalah merupakan langkah pertama yang tampak sederhana namun tidak jarang membuat kepala berputar. ?Tau ah.. pokoknya sebel aja kalau bicara kerja, apalagi klien itu, tambah bete..? . Ada beberapa tahap tak kasat mata yang harus kita lalui seperti mengekspresikan perasaan yang menyelimuti masalah itu sendiri. Saran sederhana yang bisa dilakukan adalah membuat ?peta pikiran (masalah)? dengan teknik Buzan.
Metode semacam brainstorming ini bisa ditambahkan juga dengan kata-kata yang menggambarkan perasaan seperti : sebal, kesal, senang, semangat dsb. Corat-coret ini menjadi salah satu jalur untuk identifikasi perasaan kita. Jangan berhenti pada satu kata, gali untuk lebih spesifik, misal: kesal bicara kerja menjadi: kesal bicara projek A, sebal dengan koordinator projek X, dsb. Tujuannya agar kita menemukan ?tokoh utama? yang menjadi masalah.
Begitu masalah telah teridentifikasi, kita mendapatkan modal untuk langkah berikutnya. Bisa jadi ternyata ada dua-tiga masalah yang harus kita hadapi dan inilah saatnya untuk membedah satu per satu. Harapannya, penggalian data pun tidak akan tercampur antara satu masalah ke masalah lainnya. Kita bisa melanjutkan dengan teknik Buzan, sebaiknya dengan kertas/halaman berbeda, sesuai masalahnya.
Teknik brainstorming juga bisa dilanjutkan, tentu sudah lebih fokus lagi sesuai identifikasi masalah. Kini saatnya kita membuat ?keputusan kecil? untuk menentukan mana informasi utama, pendukung dan ?hiasan? saja. Untuk membantu pemilihan ini, coba kita lihat tujuannya, mengarah ke mana. Apakah untuk mendekati klien baru, peluncuran produk, filing data, hingga masalah antar rekan kerja, seperti melancarkan komunikasi, menyamakan persepsi projek A, dsb.
Lantas, bagaimana solusinya? Jika kita menemukan segumpal asap di atas kepala, sesegera mungkin, tinggalkan kertas-kertas ini dan melakukan yang lain! Berjalan kaki memutari kantor (pastikan tidak di lantai 10..), berbincang sejenak dengan kawan di telepon (sebaiknya keluar dari ruangan), mendengarkan musik, bermain dengan anjing kesayangan (jika di rumah), atau menyelesaikan pekerjaan lain. Ingatlah Archimides dengan bak mandi dan eurekanya.
Jangan khawatir, sel-sel kelabu kita tidak pernah berhenti bekerja. Mereka akan lebih optimal ketika santai. Kemudian… bersiaplah untuk terkaget-kaget dan mengagumi diri sendiri untuk berbagai alternatif yang hadir. Apakah solusi paling canggih akan muncul? Tidak jarang solusi itu muncul lebih dari satu, pilihlah yang paling tepat dengan mengkaji ulang catatan dari awal. Yang pasti, jangan biarkan ide solusi itu berlesakan di kepala sendiri, tuliskan dan jika perlu bagikan dengan orang lain yang tepat. ?Wah nanti jadi bingung lagi…?
Kemungkinan untuk bingung pada tahap ini akan lebih sedikit, karena kita telah membawa berbagai alternatif untuk diskusi. Orang lain, terutama yang kita percaya bersedia memahami masalah dan perasaan kita ( meskipun tidak terkait sama sekali), akan berperan sebagai cermin jernih. Kita pun akan semakin terbantu dengan komentar dan pertanyan-pertanyaannya. Ambil keputusan dan sertakan konsekuensinya dalam satu paket.
Apa menu masalah Anda minggu ini? 🙂