Judul: UKM Naik Kelas: Strategi Mengubah Usaha Kecil Minim Menjadi Usaha Kaya Miliaran
Penulis : Joko Priyono & Husin Syarbini
Penerbit: Metagraf, Tiga Serangkai, Solo
Halaman: 168
Tahun: 2014
Harga: Rp. 49,000,-
Peresensi: Ardiningtiyas Pitaloka
“Wiraswasta adalah pejuang yang gagah, luhur, berani dan pantas menjadi teladan dalam bidang usaha”.
Pernahkah mendengar sebelumnya? Sepertinya tidak banyak orang yang memaknai sedemikian indah, selain wiraswasta adalah berdiri di atas kaki sendiri, menciptakan peluang, membuka lapangan kerja, dsb. Makna wiraswasta yang tertulis di halaman 21 buku ini bukan sekedar bermain kata indah, melainkan mengacu pada makna tiap katanya, yakni “wira” berarti utama, gagah, luhur, berani, teladan atau pejuang. “Swa” berarti sendiri , serta “Sta” berarti berdiri di atas kaki sendiri atau dengan kemampuan sendiri. Sebuah awal pembukaan buku yang tidak hanya menarik, melainkan menggugah bagi pembaca yang tertarik untuk membangun usaha sendiri, atau sedang dalam proses tersebut.
Manajemen Tradisional
Berdasarkan kenyataan di lapangan, UKM sering tergambarkan sebagai usaha yang memiliki ‘manajemen tradisional’ (hal.31). Mengapa? Penulis mencatat setidaknya ada empat cirinya yakni: (1) one man show alias pengelolaan oleh perorangan, (2) menggunakan bahan baku dan proses sederhana, (3) pola permintaan pelanggan yang cenderung monoton, karena minimnya kompetensi UKM dalam mencipakan produk, serta (4) penggunaan alat produksi sederhana, bukan berbasis teknologi.
Survey menunjukkan bahwa salah satu masalah yang dihadapi UKM di Indonesia adalah lemahnya manajemen usaha, termasuk manajemen keuangan dan akuntansi, kurangnya pengetahuan penggunaan teknologi dalam produksi, quality control, pemasaran, dan kualitas sumber daya manusia yang rendah (hal.37). Tetapi, kelemahan manajemen ini ternyata tidak hanya di Indonesia, survey di Kanada juga menunjukkan bahwa manejemen (internal UKM) menjadi faktor utama yang berpengaruh dalam dalam pengembangan usaha, dibandingkan dengan pemerintah (faktor eksternal). Lebih detil, survey tersebut menunjukkan bahwa 45% kegagalan UKM karena kurangnya pemahaman teknik dasar pemasaran, 35% karena lemahnya kemampuan manajemen, dan 20% karena terbatasnya sumber dana.
Lalu, bagaimana UKM akan naik kelas, atau, bagaimana buku ini menawarkan STRATEGI NAIK KELAS bagi UKM?
Naik Kelas = Growth
Menarik dan melegakan, melihat penulis mencantumkan secara tegas dalam halaman pembuka bab berikutnya bahwa naik kelas berarti tumbuh. Mengapa melegakan? Karena sebagian berharap (memahami) bahwa naik kelas adalah satu lompatan.
“Growth is the act or process, or a manner of growing; development; gradual increase.” Ini adalah penjelasan dan pendorong yang bijak dan realistis. Memang tidak bisa dipungkiri, jiwa entrepreneurship kadangkala seperti letupan gas yang enggan untuk tumbuh, tetapi melompat dan ‘boom’ jadilah! Membaca buku ini seperti menelan ramuan yang menenangkan tapi bukan mengempiskan semangat entrepreneurship, semangat yang seharusnya ditata dalam satu manajemen optimal agar tumbuh dan berkembang.
Untuk tumbuh, penulis menekankan empat cara yang harus diperhatikan: (1) marketing (melek marketing); (2) memutar modal (melek akuntansi dan keuangan); (3) proteksi aset dan modal (melek legalitas dan melek pajak); (4) bina sumber daya manusia yang mampu menjalankan usaha (melek SDM).
Kenali lebih dekat
Sebagai penulis dan pelaku usaha berpengalaman, kedua penulis bisa membaca pikiran pembaca terkait aspek hukum dan legalitas. Pertanyaan seperti “Urusan legal itu nanti saja, kalau perusahaan sudah besar, kalau pelanggannya sudah banyak, kalau omzet sudah miliaran, kalau uang (laba)-nya sudah banyak, kalau sudah didatangi atau dipanggil petugas pajak, kalau….” dibalas dengan pertanyaan singkat “Bagaimana mau besar kalau belum ada perusahaannya?”
Tak ketinggalan, penulis pun memberikan ilustrasi pendirian usaha dalam format tabel bebas yang menarik. Pembaca pun mendapatkan strategi hukum agar UKM naik kelas, mulai dari pemilihan bentuk badan usaha, kelengkapan izin usaha, pemisahan fungsi yang kelas antara kepemilikan dan manajemen usaha.
Setelah strategi hukum, selanjutnya adalah strategi manajemen keuangan: (1) pisahkan uang pribadi dan usaha; (2) rencanakan penggunaan uang; (3) buat buku catatan keuangan; (4) hitung keuntungan dengan benar; (5) putar arus kas lebih cepat; (6) awasi harta, utang, dan modal; serta (7) sisihkan keuntungan untuk pengembangan usaha.
Bagaimana dengan pajak? Penulis pun memahami banyaknya pihak yang beranggapan bahwa sadar kewajiban perpajakan menjadi urusan nanti saja, karenanya penulis pun mengingatkan bahwa kelalaian dan kealpaan menunaikan kewajiban pembayaran pajak bisa berakibat fatal di kemudian hari, karena sanksi yang menyertainya (hal.79). Agar melek pajak, penulis menjelaskan cukup detil namun dengan cara sederhana tentang pajak, di antaranya: pajak penghasilan, perhitungan penghasilan netto fiskal, tarif pajak, pajak UKM, dan batasan peredaran bruto Rp.4,8 miliar.
Berikutnya, penulis melengkapi strategi naik kelas UKM dengan pengelolaan sumber daya manusia. Jika pembaca berpikir, menajemen SDM hanya perlu untuk perusahaan yang memiliki karyawan puluhan hingga ratusan, penulis menekankan bahwa semakin kecil perusahaan, sebenarnya makin mudah. Hal ini karena Anda hanya perlu menjaga agar 3-5 orang mengikuti SOP yang sudah Anda buat. Kelak, jika perusahaan telah bertambah besar dan produk bertambah rumit, Anda harus melakukan bersama profesional di bidang ini (hal.90).
Bagaimana dengan pemasaran? Penulis memberikan rekomendasi marketing plan untuk UKM yakni: (a) tentukan target penjualan/sales; (b) target pasar/market; (c) cek pesaing/kompetitor; (d) strategi produk; (e) tetapkan strategi harga; (f) bagaimana distribusi produk/distribution channel; (g) jalankan strategi promosi, dan (h) lakukan strategi sales.
Role Models
Untuk naik kelas, penulis memberikan jurus lain, yakni Jurus ATM: Amati, Tiru, dan Modifikasi! Silahkan amati tujuh usaha yang berhasil naik kelas, yakni: Cokelat Monggo, Cozmeed, Koperasi Produksi Mina Tani Abadi, PT. Indo Chem Semesta, PT.Petakumpet Creative Network, Bakpia Pathuk Sumekar, dan Mie Ayam Eddy Group.
Buku ini seperti paket komplit yang compact, tentu tidak memuat secara sempurna, namun bisa menjadi pegangan untuk pembaca menata langkah selanjutnya. Berdasarkan informasi lengkap mulai dari strategi hukum, marketing, SDM juga pajak, pembaca bisa mencari lebih detil ke sumber lain baik buku maupun pihak yang tepat lebih terarah, tidak menerka-nerka. Penulis berhasil menghaluskan kesan ‘serius’ informasi yang sebenarnya memang serius melalui tulisan yang sederhana, didukung tampilan buku yang tidak formal tetapi cenderung ‘ceria’. Awalnya saya agak terganggu dengan warna-warni halaman, tetapi ternyata efeknya bisa mencairkan kecemasan pembaca yang mungkin langsung berkerut ketika membaca kata pajak maupun akunting. Kalaupun ada yang masih keberatan dengan warna, mungkin itu masalah selera.
Selamat mencoba Jurus ATM: Amati, Tiru dan Modifikasi!