Judul: 100 Great Business Ideas; Ide-ide Unik di Balik Sukses Bisnis Miliaran Dolar
Penulis: Emily Ross & Angus Holland
Penerbit: PT. Mizan
Tahun: Mei 2009
Hal: 381 halaman + xiv
Harga: Rp. 58.650,00
Peresensi: Ardiningtiyas P.
Mulai dari awal, buku ini membawa calon pembacanya menemui ?tokoh-tokoh’ dunia bisnis. Logo Mc.Donald, Barbie, FedEx, BlackBerry, Revlon, CocaCola, Avon, 3M, Microsoft, Starbucks, Apple, Nik?, Google, Adidas bertebaran di sampul buku bagai model sampul majalah yang menebarkan senyum menggoda.
Buku ini mirip satu kotak anti-Pandora, karena berlawanan dengan Pandora yang menebarkan kepahitan. Begitu Anda membukanya, bersiaplah dengan berbagai percikan segar yang akan membuat pembacanya menyalahkan diri sendiri dengan seruan, “Gila..!” Betapa sederhana sebuah ide yang sering terabaikan namun menjadi luar biasa di tangan para insan kreatif.
Spencer Silver dalam eksperimennya menemukan lem berdaya lengket rendah di tahun 1968. Ia pun masih belum mengerti manfaat komersialnya sampai Ary Fry menghadiri salah satu presentasi Spencer di 3M. Fry lah yang berhasil melihat kegunaannya hingga lahirlah Post-It Note. Ia seperti mendapatkan pencerahan untuk masalah pembatas buku nyanyiannya di sebuah panduan gereja yang sering lepas (h.18).
Ross dan Holland mengemas 100 ide di balik kesuksesan produk ternama di dunia dengan menarik. Mereka membingkai kisah kelahiran dan pengembangan ide itu dalam 21 bab dengan tagline menggelitik tiap produk. Seperti: 3-M dan Post-It Note: “Mengembangkan bisnis baru merupakan bisnis yang penuh jebakan”, Sony: “Buatlah seukuran saku,” Pixar: “Minggirlah Disney”, Hallmark: “Kartu ucapan yang ramah dan kekanak-kanakan jauh lebih populer daripada yang Anda bayangkan,” Microsoft “Balas dendam para orang aneh,” Adidas: ‘Jangan pernah melepas si jago tua,” Chanel no.5 “Ada dolar dalam wewangian,” dan masih banyak lagi.
Bagaimana menjadi orang kreatif? Bagaimana caranya agar produktif? Anda tidak akan menemukan sebuah definisi, namun pilihan inspiratif yang luas penuh warna yang tersaji. Seperti kalimat klise practice makes perfect yang diwujudkan dalam idealisme realistis oleh perusahaan film animasi dunia, Pixar.
Pixar masih terus membuat film-film pendek yang tidak akan menghasilkan uang, tapi memungkinkan para pekerja seninya untuk mencoba teknik-teknik baru yang kelak bisa digunakan dalam film-film komersial (h.111).
Begitu juga dengan pemberian nama yang memainkan peran penting dalam dunia ketat persaingan. Mungkin masih ada yang belum mengerti mengapa gadget imut yang menjadi favorit Presiden Barrack Obama bernama BlackBerry.
Nama BlackBerry datang dari sebuah firma di California bernama Lexicon Branding, yang pada awalnya memunculkan nama “PocketLink”, nama yang fungsional tapi membosankan. Lalu mempertimbangkan “Strawberry” karena alat itu agak mirip buah strawberry, tapi nama itu kedengaran terlalu jinak, dan akhirnya melahirkan nama yang akrab tapi cerdas, BlackBerry (h.239).
Ide juga sering datang tanpa diundang, namun tidak semua menyadarinya dengan tepat. Seperti yang terjadi pada kelahiran mesin pencari Google, yang sebenarnya ‘telat’ meramaikan dunia virtual karena Yahoo telah lebih populer.
Tahun 1995, dua kandidat Ph.D dalam ilmu computer berusia dua puluhan di Stanford University, Sergey Brin dan Larry Page – keduanya putra seorang professor matematika, mulai mengekplorasi hubungan antar halaman di internet untuk sebuah proyek riset. Dengan melihat hyperlink-hyperlink yang membawa satu halaman ke halaman lainnya, mereka menyadari bahwa hyperlink-hyperlink ini membentuk system sebuah system perungkat informal raksasa yang membawa para pengguna ke halaman-halaman yang sangat berharga (h.290).
Saat ide menghampiri, ia tidak datang dengan tangan kosong. Ia akan penuh semangat menyodorkan daftar menu ‘kewajiban’ yakni: komitmen dan kerja keras. Sambil tersenyum manis dan mata berbinar, ia bertanya, Siapkah Anda?