Karier adalah suatu perjalanan yang kita mulai dari diri sendiri sejak awal. Tidak percaya? Siapa yang ingin mengirim surat lamaran kerja? Siapa yang mengunjungi job fair satu ke lainnya? Siapa yang menjalani proses seleksi hingga wawancara akhir? Masih banyak lagi jejak langkah yang telah kita buat sejak (setidaknya) menyelesaikan pendidikan formal. Pertanyaannya, mengapa kemudian kita ‘menyerahkan’ karier pada orang lain, pada perusahaan?
Mengapa saya katakan ‘menyerahkan karier’? Sebab karier adalah suatu perkembangan diri dalam kehidupan. Buktinya?
Berapa di antara kita ‘setia mengantri’ kenaikan tanpa melakukan usaha yang signifikan, selain mengeluh? Menanti giliran mengikuti pelatihan sehari tanpa mengeluarkan rupiah sebagai investasi karier diri sendiri? “Saya sudah mengajukan ke HRD, dan dikembalikan ke divisi saya, punya anggaran tidak, ternyata belum ada, jadi ya sudah, tahun depan saja saya coba mengajukan lagi.”
Memang pelatihan maupun seminar tidak semuanya murah, tetapi itu bukan alasan untuk kita tidak pernah kembali ke ‘ruang kelas’. Mengapa begitu penting untuk kembali ke ruang kelas, meski hanya setengah hari?
Alasan pertama, karena dengan kembali menjadi ‘siswa’, kita kembali belajar untuk mendengarkan secara aktif, belajar menghargai ilmu orang lain yang sedang di depan kelas, belajar menjadi orang yang ‘tidak tahu’/’sedikit tahu’/’kurang tahu’ dan berbagi antusiasme bersama peserta lain. Semua ‘pelajaran’ ini tidak akan kita lewatkan ketika kita benar-benar hadir, terlebih dengan menginvestasikan waktu, energi dan biaya sendiri. Tentu, kita bisa belajar melalui buku, slide presentasi di internet, presentasi tokoh di youtube, tetapi dengan mengikuti satu kelas pelatihan, proses belajar pun lebih kaya dan seru.
Bayangkanlah masa-masa sekolah atau kuliah dulu, pernahkah terkikik menertawakan ketidaktahuan diri sendiri saat menyimak paparan guru di depan kelas? Mungkin kita akan kembali teringat memori saat ingin bertanya pada guru/dosen tetapi ragu karena merasa pertanyaan yang akan diajukan sepele, atau khawatir ditertawakan teman, merasa tidak enak menjadi pusat perhatian, atau malah khawatir dianggap sok. Keseruan inilah yang akan kita dapatkan ketika mengikuti satu kelas .
Alasan ke dua, kita pun belajar menekan ego merasa sebagai orang yang telah banyak tahu karena telah menggeluti pekerjaan siang-malam, menghadapi segala macam permasalahan dari yang rutin sampai ajaib dan berhasil mengatasinya. Keberhasilan ini, alih-alih mendorong kemajuan, bisa menjadi jebakan berpuas diri. Nah…., kembali menjadi ‘siswa’ adalah salah satu cara untuk mengusik kepuasan diri. Dalam situasi yang ekual ini, kita yang mungkin biasa mendapatkan laporan dari subordinat, mendelegasikan tugas, mengawasi, atau justru sebaliknya, akan mendapatkan situasi berbeda. Dalam kelas, kita menjadi ‘orang biasa’ bersama yang lain. Hanya satu cara agar tidak rugi, yaitu menjadi partisipan yang aktif!
Menghadiri seminar juga cara untuk kembali menjadi ‘siswa’. Meskipun sifatnya lebih pasif dari pelatihan, namun sekali lagi, kita dicolek untuk belajar mendengar, menyimak juga mengapresiasi orang lain. Kita juga bisa belajar dari pengalaman/kasus peserta lain saat sesi diskusi. Situasi ini pula dapat menjadi ‘obat’ bagi yang sedang merasa di situasi yang tidak menyenangkan di kantor. Jika kita benar-benar hadir di kelas itu, kemungkinan besar, kita akan pulang dengan mata berbinar dan senyum lebar.
Selain pelatihan dan seminar yang terkait profesi atau lingkup industri tempat bekerja, ikuti pula kelas yang berbeda. Ini adalah trik untuk tetap menjaga diri menjadi orang yang ‘tidak tahu’, melatih kepekaan terhadap perbedaan, menjaga antusiasme belajar, yang bisa berujung pada peningkatan daya kreativitas diri.
Kita semua memiliki 12 bulan dalam satu tahun, dan ada beragam kelas yang bisa kita ikuti. Jadwalkan mulai saat ini (awal tahun) setidaknya pecahlah dalam kurun waktu triwulan sekali. Penjadwalan ini juga bermakna mengalokasikan dana mandiri untuk ‘bersenang-senang’ bagi pengembangan diri dan karier 🙂
Selamat berburu kelas di 2014!