Sri Ratna Hadi – Pemenang Harapan Share Your Career Story.
Tinggal di Jakarta.
Selama sepuluh tahun terakhir, setiap lebaran datang selalu muncul perasaan bersalah mendera hatiku. Semua orang bergembira di hari yang fitri setelah menunaikan ibadah puasa nan khusuk selama sebulan penuh. Tapi hatiku menyesali mengapa aku tak bisa beribadah secara total sebagaimana di masa kecilku dulu. Mengisi setiap hari ramadhan dengan puasa dan tadarus serta shalat sunnah.
Ya, profesi ini membuatku selalu keteteran setiap menjelang Idul fitri. Aku bekerja sebagai penjahit khusus made by order. Jadi hanya mereka yang mampu membayar lebih dan punya taste of style yang datang padaku.
Apalagi mereka yang baru selesai membangun atau renovasi rumah, akulah yang akan membuatkan pernak pernik bagian dalamnya untuk mereka. Mulai dari bed cover, sarung bantal, gorden dengan desain mewah, vitrage yang cantik, cushion, dll. Semua made by order.
Saat masih belum punya anak aku tak begitu merasakannya. Apalagi saat anakku baru satu. Tapi setelah anggota keluargaku bertambah lagi satu demi satu aku mulai keteteran.
Aku merasa mulai kekurangan waktu bersama anak-anak. Padahal tujuanku menikah dan punya anak kan demi membentuk sebuah keluarga yang sakinah. Tapi kenyatannya waktuku lebih banyak disita oleh pekerjaan.
Kenyataan ini mulai membuatku resah. Di satu sisi pekerjaan ini prospeknya sangat bagus. Suamiku adalah seorang developer sehingga dia butuh aku untuk melengkapi pekerjaannya. Tapi aku juga harus memikirkan anak-anak yangg membutuhkanku.
Akhirnya kuputuskan utk beregenerasi. Dari sekian banyak karyawan kupilih beberapa orang yang kuanggap akan mampu meneruskan jejakku menjahit ?halus’. Tapi mereka menyerah. Ada yang menyerah saat harus mengunting bahan. Dia takut salah gunting dan bahan gorden yang bermeter-meter dan mahal itu akan terbuang sia-sia. Ada yang tak sabar dan kurang telaten sehingga hasil kerjanya nggak halus. Ada yang tidak berminat.
Aku menyerah, semua kembali kukerjakan sendiri. Tapi hari demi hari kinerjaku makin menurun. Bahkan pernah aku sampai muntah saat memandangi bergulung-gulung tumpukan bahan kain gorden aneka warna di ruang kerjaku.
That’s it! Detik itu juga aku putuskan untuk berhenti. Aku tak bisa menjahit lagi. Terbayang kembali saat bayiku yang baru berusia dua bulan harus menyusu di pelukan sementara sebelah tanganku yang lain sedang memegangi rimpel selebar 8 cm dan berkilometer panjangnya sedang dineci pinggirannya. Terdengar suara batuk batitaku kena debu material bahan yang sedang kugunting.
Aku harus memikirkan sebuah karir baru, pekerjaan yang bisa kukerjakan di rumah dan bisa kuatur waktunya. Kapan harus bekerja dan kapan harus mengurus keluarga. Pekerjan yang mampu menghasilkan uang tanpa harus mengeluarkan banyak modal. Pekerjaan yang kusenangi karena aku akan bersemangat jadinya bila aku cinta pekerjaan itu.
Cinta? Hmm, aku cinta baca, aku suka menulis diary. Hingga setiap awal tahun aku pasti membeli satu diary tebal untuk kuisi hingga tahun berakhir.
Dahulu sempat aku ingin jadi wartawan. Tapi setelah punya anak tiga aku nggak mungkin deh jadi wartawan. Ya, Allah.tunjukkanlah karir baru yang cocok untukku.
Dan Tuhan mendengar doaku. Secara kebetuulan di sebuah tabloid aku membaca kisah seorang penulis perempuan sukses yang membangun sebuah perkumpulan penulisan non profit. Mereka akan memberi pelatihan kepada siapapun yang ingin belajar menulis. Bahkan biarpun itu ibu rumah tangga atau anak gelandangan sekalipun.
Hmmm, aku akan menjadi penulis cerita anak saja. Aku putuskan hal ini karena aku ingin anak-anak Indonesia bisa membaca buku yang bermutu bukan hanya nonton televisi saja. Kelihatannya hal itulah yang harusnya bisa kujadikan karir baruku.
Pertama aku bisa kerja dari rumah. Aku hanya butuh alat untuk mengetik berupa komputer dan hobi membacaku bisa kujadikan modal awal untuk menulis. Dan karir ini tidak punya masa pensiun sampai kapanpun aku bisa tetap bekerja selagi mau.
Tapi aku harus belajar menulis dan harus punya jaringan ke penerbit. Bagaimana caranya ya? Aku lalu mencari tahu apakah organisasi penulis yang dimaksud itu ada cabangnya di kotaku. Tapi ternyata mereka hanya punya cabang di ibukota propinsi. Berarti aku harus ke kota Padang kalau mau belajar menulis.
Keesokan harinya aku naik bus ke Padang mencari informasi tentang organisasi penulisan itu tapi tidak menemukan jawaban yang memuaskan. Aku tahu tak ada pilihan lain. Aku harus ke Jakarta kalau mau berhasil dengan pilihan karir yang baru ini. Sekarang pertanyaan yang ada adalah mampukah aku menyakinkan suamiku untuk menyeberang pulau dan meninggalkan zona nyaman kami.
Tidak gampang memang namun aku harus pergi. Aku telah memutuskan, dan akhirnya pada tahun2007 yang lalu kami pindah ke Jakarta. Tanpa membuang-buang waktu lagi aku langsung bergabung dengan organisasi kepenulisan non profit yang telah jadi tujuanku sejak mula.
Seiring keberhasilanku meninggalkan zona nyaman finansial kami, suamiku memboikotku secara financial. Dia keberatan dengan keputusanku dan tak bisa memahami kenapa aku memutuskan untuk pindah karir.
Dia tidak mau membiayaiku bila itu berhubungan dengan penulisan,hingga aku akhirnya harus membiayai sendiri semua keperluanku. Aku menjadi tukang cuci pakaian karena aku butuh uang untuk transportasi ke tempat pelatihan, untuk biaya rental computer, beli kertas, dll.
Hal ini melecut tekadku bahwa aku harus berhasil secepatnya. Minimal sebelum anak-anakku masuk sekolah semua.
Alhamdulillah. Setelah dua tahun berlalu aku akhirnya berhasil juga. Sekarang aku telah menjadi seorang penulis cerita anak dan ghostwriter. Bahkan salah satu karyaku memenangkan lomba penulisan cerita misteri di sebuah majalah anak yang terkenal dan bergengsi tahun 2009.
ASS. YTH. IBU SRI RATNA HADI. salam kenal sy Rossy 50 tahun tinggal di Palembang.
senang membaca pengalaman hidup ibu dan akhirnya mendapatkan dunia yg sesuai dengan keinginan dan bakat ibu dan ibu sangat bahagia ya?.
apa bisa ya dikasih alamat dan bgmn pelatihan dan pembimbingan untuk menjadi penulis. sy senang menulis. tapi belum focus. tapi ada beberapa cerita2 pendek. walau ada yg tidak selesai.
IBU SRI. kalo sy terbalik loch dgn cita2 ibu. sy ingin menjadi penjahit. tapi kalo bisa jg bisa terarah menulis.
maksih ya buk
Wassalam
Rossy
Walaikumsalam Ibu Rossy,
Maafkan saya tak menduga ada postingan comment di sini 🙂
Alhamdulillah saya merasa bersyukur dengan kehidupan yang saya jalani sekarang. Bila Ibu ingin ikut pelatihan atau bimbingan menjadi penulis, mungkin bisa dengan mengikuti pelatihan menulis yang ada di internet. Ibu bisa cari alamatnya saat sedang online. sekarang banyak sekolah menulis yang tersedia. atau bisa juga dengan bergabung di forum kepenulisan seperti Forum Lingkar Pena cabang Palembang. Saya rasa mereka ada di Facebook , Ibu tinggal search saja.
Memang dengan perkembangan TI yang sangat pesat dewasa ini begitu membantu bagi mereka yang mampu memanfaatkannya untuk tujuan kebaikan. Mungkin kalau dulu internet sudah semaju sekarang saya mungkin bisa tetap berkarya walau tak harus hijrah ke Jakarta^_^
Assalamualaikum bu Sri Ratna Hadi
salam kenal,
nama saya lala, saya dari jasa penerbitan re! media service. Kebetulan saya tertarik dengan tulisan dan backgroun ibu sebagai penjahit. Jd saya mau mengajak kerjasama untuk membuat buku. Kalau ibu tertarik, untuk lebih jelasnya, saya minta email pribadi, ym atau no telepon ibu. Jadi nanti bisa kita obrolin lagi.
Terima kasih,
wasalam
waw mbak aira… mantapz….
kehidupannya sngt menginspirasi… ^_^