Wednesday, October 30, 2024
HomeBlogConsultant CornerKetika Konseptor menjadi Praktisi

Ketika Konseptor menjadi Praktisi

Apakah Anda seorang yang senang menyusun rencana kerja? Melukis kotak-kotak kecil warna-warni, menata satu demi satu agenda, memastikan semuanya berada di tempat yang benar. Bak seorang komposer menempatkan satu demi satu not di tangga nada, mengalunkan lagu di relung imaginya. Setelah agenda itu rapi, senyum pun tersungging lega karena mapping telah berhasil. Pelaksanaanya? .. Hehehe…. sel-sel kelabu Anda justru menyodorkan pernak-pernik lain untuk segera dirumuskan dan ditata dalam kotak-kotak lain….

Jika Anda salah seorang yang menikmati proses kerja di atas, tak ragu lagi, Anda memiliki kecenderungan masuk dalam kategori investigative dalam tipe Holland (lihat menu minat karir). Tipe ini berdekatan pula dengan artistik.

Rutinitas dan kemapanan seperti yang didengungkan orang kebanyakan adalah ranjau yang Anda hindari…. seraaaaaaam! Anda menikmati ruang putih untuk berloncatan, berdendang hingga melayang bebas. Anda selalu tergoda menata, lebih tepatnya merangkai ketidakteraturan menjadi keteraturan dalam versi Anda tentunya. Kebebasan berpikir dan berimaginasi menjadi kekuatan Anda!

Bagaimana jika Anda disodori kerapian dan kecil toleransi untuk diubah? Anggaplah… pilihan yang ada adalah take it or leave it… Masalahnya, karena kecenderungan Anda yang kurang peduli dengan keteraturan, kejutan ini benar-benar mengejutkan. Anda telah menandatangai kontrak satu tahun! Mundur? Karir Anda serasa di ujung tanduk… pilihan yang menantang untuk dijalani sekaligus untuk ditinggalkan.

Lalu bagaimana? Jangan lupa, Anda adalah seorang pemikir alias konseptor yang boleh dikatakan ulung. Mungkin karena terlampau canggih, bahkan sebagian besar teman hanya akan mengangkat alis dan mengerutkan kening mendengar presentasi Anda. Satu komentar adalah ?Dasar teoritis…!?….

Selalu ada celah untuk nafas kehidupan.

Berikut tahapan yang akan Anda lalui:
(a) merasa kesal dengan ?kekakuan? yang ?dipaksakan? seolah meniadakan kreativitas dan keunikan manusia, contohnya Anda;
(b) berpikir untuk segera menyudahi kerjasama yang baru dimulai… Anda paling ahli dalam hal ini, imagi menjadi jet coaster melompati ruang dan waktu;
(c) … akhirnya, menjalani sambil mengutuki dalam hati, demi profesionalitas, rona wajah tetap bersinar semangat;
(d) memberikan setengah hati, semakin terasa ?not me?..;
(e) sel kelabu mulai bergeliat menjadi diri sendiri dengan gerigi otak mulai berderak, melirik untuk mengenali medan sesungguhnya dan menyusun pilihan strategi…

Sahabat pun dipaksa untuk menjadi si bijak yang selalu siap menghadirkan tawa kecil, senyum penuh pengertian dan tepukan bahu menenangkan. Anda dan dia tahu pasti bahwa nasehat pada saat itu bukanlah rangkaian kata melainkan pelukan hangat bermakna ?You are not alone..?, “You can do it”

Yang Anda lakukan setelah serangan panik adalah…
(a) mengumpulkan informasi selengkap mungkin, menjawab setiap kekesalan hati dan pikiran;
(b) menelusur peta yang begitu saja tersaji, kali ini benar-benar mencurahkan perhatian dengan hati lebih datar…

Anda pun akan melihat ruang yang tidak sesempit sebelumnya. Ternyata dibutuhkan beberapa titik penegas untuk peta itu lebih jelas terbaca dan menjadi teman perjalanan. Anda pun kembali bersemangat merancang semuanya. Termasuk alur logika argumentasi yang siap Anda komunikasikan dengan orang lain.

Aha…! Anda kembali menjadi si konseptor… pemikir yang berkelana menjelajahi segala kemungkinan.

Kita, manusia, tidak hanya makhluk rasional melainkan juga emosional. Emosi mempunyai hak untuk tampil dan ?meraja? sesekali. Menerimanya akan membuat kita semakin mengenal dan membawanya kembali ?normal? untuk bersama hidup dengan rasionalitas diri. Menjaga tetap menjadi manusia, yang mampu berucap terima kasih penuh hangat pada sahabat, bukan mesin.

Tyas
Tyas
Career Coach & HR Consultant - "Mind is Magic"
RELATED ARTICLES

2 COMMENTS

  1. Mungkinkah keduanya bisa seiring berjalan seimbang didalam tubuh dan karakter satu orang manusia……?
    mmm………????
    Meski tersaa sulit dibayangkan tapi aku percaya segala hal berjalan secara kontingensi, situasional, dan case by case. Saat casenya memang menuntut untuk berperan sbg seorang konseptor ya… bertindak dan berperilaku sbg konseptor yang melahirkan inovasi-inovasi brilian yang mampu menghancurkan kebuntuan. Sebaliknya ketika casenya menuntut untuk berperan sbg praktisi ya… selesaikan saja misinya sesuai dengan target dan ekspektasi yang telah diamanatkan dengan efektif dan efisien dan timing yang tepat.

    Seperti Ju ge Liang di three kingdom (film red cliff) yang sanggup mengonsep sendiri strategi bagaimana cara menambah jumlah stok anak panah dalam jumlah besar dalam waktu singkat (berperan sbg konseptor) dan mengeksekusi sendiri rencananya dan berhasil pulang dengan membawa ribuan anak panah dalam waktu yang telah ditetapkan (berperan sebagai praktisi / eksekutor).

    So…. gak usah mendikotomikan diri sendiri…… saya orang seperti ini atau orang seperti itu…. belajar aja yang rajin gimana cara bikin konsep yang dashyat dan berinovasi terus serta enggak lupa berlatih yang giat gimana cara menyelesaikan tugas dan mengatasi hambatan-hambatannya. Jadi saat moment-nya datang menuntut kita jadi konseptor atau praktisi ya.. kita udah siap… hehehhee….!!!
    Setuju…………….?

  2. Hehehe.. hai Dani, terima kasih atas apresiasi dan berbagi inspirasi di sini. Yup, itulah tantangan kita semua, hanya saja memang ada beberapa kecenderungan (kecenderungan lho ya… bukan harga mati), yang khas di tiap individu. Itulah mengapa ada yang ngotot membangun bisnis sendiri meski jatuh bangun, ada yang menjadi seniman atau pekerja lepas yang memiliki jam kerja kurang jelas di mata generasi senior. Penulis termasuk novelis adalah orang-orang yang jago dalam urusan konsep mengonsep, ia mampu membuat tokoh yang kemudian hidup di kepala para pembacanya.

    Ia yang memiliki kecenderungan konseptor akan lebih sigap memetakan masalah dan ‘mengelaborasi’ banyak kemungkinan, wajahnya akan bersinar melihat medan yang tak terstruktur.. hehehe. Sebaliknya si pragmatis akan dengan penuh rela melemparkan konsep pada si konseptor, dan ia lah si jago implementasi termasuk fleksibilitas lapangannya. Saya setuju, kita tidak perlu mendikotomi diri sendiri alias jangan membangun penjara diri. Mengenali kekuatan diri justru untuk lebih optimal tanpa menutup kemungkinan lain yang paling absurd sekalipun. Psst… ini kalimat khas para konseptor lho.. hihihi…

    Pada tataran umum, kita semua adalah konseptor sekaligus praktisi 🙂

    Salam,
    Ardiningtiyas – KK

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments

konsultankarir on Pilihan, Memilih or Stuck
konsultankarir on Bingung S2
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Memilih Jurusan S2 yang Tepat
konsultankarir on Gagal tes psikotest
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Sulit mendapatkan pekerjaan
konsultankarir on Wawancara dan Psikotest
konsultankarir on Kuis:Career Engager
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Selalu Gagal dalam Interview
konsultankarir on Interview Magic
konsultankarir on Pindah Tempat Kerja
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Psikotes Menggambar
konsultankarir on Memilih Jurusan S2 yang Tepat
konsultankarir on Memilih Jurusan S2 yang Tepat
konsultankarir on Bingung S2
konsultankarir on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
konsultankarir on Memilih Jurusan S2?!
Angelina Tria Puspita Rini on Memilih Jurusan S2?!
Lisa on Bingung S2
Fiviiya on Psikotes Menggambar
Wendi Dinapis on Memilih Jurusan S2?!
hasenzah on Memilih Jurusan S2?!
yulida hikmah harahap on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
Galuh Rekyan Andini on Memilih Jurusan S2?!
burhanuddin on Memilih Jurusan S2?!
Dian Camellyna on Kuis:Career Engager
ABDUL RAHMAN on Wawancara dan Psikotest
Melva Ronauli Pasaribu on S1 Teknik Informatika S2 Bagusnya Apa?
Faradillah Rachmadani M.Nur on Memilih Jurusan S2?!
Taufik Halim on Memulai Bisnis Fotografi
Edo on Bingung S2
konsultankarir on Profesi yang sesuai
konsultankarir on Bingung S2
yaya on Bingung S2
konsultankarir on Memilih karir
dewi on Pindah kerja
konsultankarir on Memilih Jurusan S2 yang Tepat
dewi on Pindah kerja
Tyas on ILKOM atau MTI
hary on ILKOM atau MTI
Kiki Widia Martha on Buku ‘My Passion, My Career’
jalil abdul aziz on Karir Untuk Lulusan Sosiologi
Nono Suharnowo on Bagaimana agar produktif?
syukri on Jujur atau tidak?
Nida shofiya on Bingung pilih fakultas
abdul madjid on Gagal tes psikotest
abdul madjid on Gagal tes psikotest
Aris on Tujuan karir
NURANI on Tujuan karir
dede on Tujuan karir
Rika on Tujuan karir
Djoko triyono on Sulit mendapat pekerjaan
marco on E-mailku unik!
Efik on Memilih karir
noer hasanah on Berminat ke NGO Asing
ilah susilawati on Status dan jenjang karir
yusi bayu dwihayati on Berpindah Karir di Usia 32
dino eko supriyanto on Menyiapkan Business Plan
Gunawan Ardiyanto on 10 Biang Bangkrut UKM
Nahdu on Table Manner
krisnadi on 10 Biang Bangkrut UKM
rani on Table Manner
yuda_dhe on Table Manner
Putrawangsa on Memilih Jurusan S2?!
aira on Time Management
Emi Sugiarti on Sudahkah Anda Peduli?
fitria on Table Manner
Ardiningtiyas on Menuju 'Incompetency Level'
Sri Ratna Hadi on Dari Penjahit ke Penulis
monang halomoan on Program SDM tahunan
merlyn on Ayo, Kreatif!
Silvester Balubun on Table Manner
Avatara on Istimewanya Rasberi
vaniawinona on Table Manner
defianus on Tips Negoasiasi Gaji
Dewi Sulistiono on Meniti Sebatang Bambu
Rena on Tersadar…
Dendi on Ayo, Kreatif!
Denni on Menemukan Mentor