Ketika seseorang menjadi karyawan biasanya mereka terjebak pada rutinitas dan kenyamanan yang ada di tempat kerja. Saking nyamannya sampai-sampai lupa kalau ada masanya mereka harus pensiun. Lalu sebagian besar tersergap oleh kengerian karena tidak ada persiapan berkarya dalam masa pensiun tersebut.
Harusnya orang mempersiapkan pensiun 40 tahun sebelum dia benar-benar pensiun, kalau persiapannya hanya satu atau dua tahun, akan sangat berat bagi yang bersangkutan? ungkap Hariyanto Prayitno pengusaha kuliner, pemilik 3 resto Warung Daun di Jakarta. Apa yang diungkapkan Hariyanto merupakan pengalaman pribadi yang dia rasakan sebagai orang yang dengan tekad keras meninggalkan pekerjaannya, pensiun dini, di PT. Pupuk Kaltim.
Beberapa tahun menjelang keputusannya meninggalkan posisinya yang mapan sebagai Commercial General Manager, Hariyanto benar-benar harus mengingatkan keluarganya, termasuk istrinya untuk bersiap-siap meninggalkan kemapanan, “Ini memang membutuhkan usaha yang kuat untuk melepaskan diri sebagai karyawan, berani keluar dari kotak aman, dan saya memikirkan serta mempersiapkannya sejak tahun 1996-1997, sebelum akhirnya secara resmi Surat Keputusan pengunduran dirinya terbit pada tahun 2000.”
Bahkan kalau ditelisik lebih lanjut, keinginan untuk tidak semata-mata menjadi karyawan dia rasakan awalnya di tahun 90-an, bahkan membuat dirinya pada tahun 1992 mengajukan ijin belajar S2 ke Universitas Gajah Mada pada bidang Akuntansi. “Sebetulnya saya tidak suka dengan accounting, tapi setiap kali dalam pekerjaan ketemu dengan orang accounting, mereka itu tampaknya sombong sekali. Jadi saya penasaran, dan ingin mengetahui lebih dalam ilmu itu,” papar penikmat diving di berbagai kepulauan di Indonesia ini dengan tawa ramahnya.
Tampaknya sejak awal dia selalu dikenal oleh orang lain sebagai orang yang penuh semangat dan penuh inovasi. Misalnya saja pada tahun 1975 dirinya yang lulus S1 dari Universitas Mulawarman, Samarinda,Kalimantan Timur, sempat berkarya di Quality Control di Departemen Perhubungan di Curug, Tangerang, dan sempat menjadi Kepala Pelabuhan Pupuk Kaltim selama 7 tahun. “Saya sendiri juga awalnya heran, kenapa saya ditarik menjadi Kepala Pelabuhan, karena kata pimpinan, tidak jauh dari urusan perhubungan juga. Ternyata saya memang dinilai berhasil menjalankan tugas ini oleh pimpinan,” jelasnya lagi.
Beragam tantangan seperti itulah yang membuat Hariyanto selalu bergiat diri dengan berbagai ilmu dan kesempatan yang membuat dirinya terus berkembang. Demikian juga saat mempersiapkan diri keluar dari kemapanan, Hariyanto juga tak henti mencari dan menimba ilmu dari banyak pihak. Termasuk dengan bergiat diri mengikuti beragam training, baik itu training motivasi maupun wirausaha sejak awal tahun 1999. “Pendeknya semua training dan modul yang ditawarkan saya ikuti, dan makin menguatkan diri saya untuk persiapan keluar dari kotak aman tadi, dan saya belajar banyak sehingga sekarang pun saya tidak berkeberatan berbagi pengalaman dan ilmu dengan orang lain,” terang Hariyanto yang sering diundang untuk memberikan konsultasi di bidang wirausaha ini.
Yang terpenting memang modal tekad dan juga kerja keras, dan bersiap diri terhadap segala hal. Saya juga selalu bertanya alasan utama berhenti jadi karyawan apa? Kalau alasannya takut sama boss atau seram dengan boss, itu jelas alasan salah. Karena di luar banyak yang lebih seram dan menakutkan. Serta harusnya memang tidak mendadak kalau memutuskan berhenti jadi karyawan, karena persiapannya bener-benar harus matang? rinci pria yang pernah juga selama 2 tahun berhasil membenahi management sebuah perusahaan kertas budaya, joss paper (kertas sembahyang) dengan kualitas eksport.
Lebih lanjut Hariyanto berbagi kisah nyata tentang banyaknya orang yang justru tidak siap ketika berhenti kerja sebagai karyawan dengan banyak uang di tangan ?Ketika mendapat uang pesangon biasanya orang merasa santai, maklum uang masih banyak di tabungan, berasa aman karena sekian ratus juta terbaca di layar ATM. Lama kelamaan karena tidak juga bekerja, hanya mengandalkan dari uang di tabungan tadi, tahu-tahu sudah ludes dipakai sehari-hari, dan kemudian frustasi, lalu gantung diri?
Menurut Hariyanto, seharusnya perusahaan yang hendak memberi pesangon karyawan baik karena alasan pensiun dini maupun karena PHK, benar-benar memperhatikan kesiapan mental para karyawan tersebut. “Saya saja yang mempersiapan diri sejak usia 43 tahun merasakan itu lumayan berat, karena kita harus belajar dari nol untuk semuanya. Memikirkan konsep baru, menjalankan konsep itu dengan detil, dan juga mentraining karyawan kita,” tambah Hariyanto yang saat ini memiliki sekitar 300 orang staf untuk usaha restonya.
Soal sangat detil dalam pekerjaan juga tampak dari konsep restonya yang menampilkan cirri khas etnik berbagai daerah Indonesia dengan sangat apiknya. Bahkan dirinya sebagai pemilik resto juga tidak segan-segan keliling berbagai pelosok daerah untuk memastikan bahwa kelengkapan restonya benar-benar orisinal “Kalau kerja memang saya harus detil, kalau tidak detil saya tidak bisa tidur nyenyak?” renyah tertawa Hariyanto menggambarkan.
Demi menjamin kepuasan pengunjung pula Hariyanto selalu menjaga kualitas hidangan yang tersaji di restonya, termasuk dengan penggunaan bahan organik. Untuk itu pula dia mencantumkan secara resmi label distributor organik yang sudah terpercaya di dekat pintu setiap restonya. Tidak hanya itu, dia juga paham benar dengan jenis sawah organik atau bukan. Yang namanya sawah organik itu di sela-selanya hidup sayur slada, dan juga ada lubang-lubang tempat belut hidup. Kalau belut tidak hidup di sawah tersebut, berarti itu bukan sawah organik.
Berbagai ilmu dan pengetahuan memang selalu diserap oleh pria yang ramah terhadap pengunjung ini. Tips lain yang dibagi oleh Hariyanto adalah seharusnya orang berwirausaha sesuai dengan minatnya. “Saya ini suka makan, jadi mendirikan warung ini adalah pilihannya. Satu lagi yang penting, kalau kerja yang penting happy, kalau tidak happy stamina akan mudah habis.”